Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Energy (CERI) Yusri Usman mengatakan, seharusnya Dewan Komisaris dan Kementerian BUMN yang bersalah dengan adanya masalah miskomunikasi ini. Pasalnya, nomenklatur Wakil Direktur Utama serta sosok yang mengisi jabatan itu diusulkan oleh dewan komisaris, sehingga tak tepat jika kesalahan ini ditimpakan seluruhnya ke Dwi dan Ahmad.
Terlebih, perubahan anggaran dasar menimbulkan wewenang berlebih bagi Wakil Direktur Utama. Sehingga, ada kemungkinan isu "matahari kembar" sudah dipersiapkan sejak saat itu.
Apalagi, setelah kejadian ini, Dewan Komisaris dan pemerintah kemudian menghapus posisi Wakil Direktur Utama. Tak ayal, ada indikasi bahwa kedua pihak tersebut secara tidak langsung mengaku telah menyusun struktur organisasi yang salah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu adalah tanggungjawab renteng Dewan komisaris Pertamina bersama dengan Menteri BUMN Rini Soemarno," jelas Yusri.
Terlepas dari sosok yang perlu bertanggungjawab atas kondisi ini, operasional Pertamina harus tetap jalan. Sejumlah pekerjaan rumah sepeninggal Dwi perlu dilanjutkan agar ambisi menjadi BUMN unggulan bisa tercapai.
Untuk mengurus Pertamina hingga 2025, diperlukan investasi sebesar US$112 miliar yang mencakup operasional hulu migas domestik dan internasional, penambahan kapasitas kilang sebesar dua kali lipat, hingga perbaikan infrastruktur gas. Semua rencana yang digelar Dwi bisa diteruskan dengan baik, atau bisa saja berubah kembali.
Bagaimanapun, semuanya tergantung dengan sosok baru yang memimpin Pertamina, yang rencananya ditentukan sebulan mendatang. Jika sosok pengganti Dwi memang mumpuni, maka tak perlu lagi berdebat tentang siapa yang salah atau siapa yang benar.
(gir/gen)