Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) memproyeksikan pemerintah mendapat aliran dana segar untuk penerimaan negara sekitar Rp28,52 triliun sampai Rp103,26 triliun dari kebijakan ekstensifikasi cukai dengan menambah objek kena cukai.
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan, ekstensifikasi cukai dapat dilakukan pemerintah dengan mengenakan cukai melalui tarif terendah dan tertinggi pada beberapa objek cukai baru, seperti minuman soda dengan pemanis, kendaraan bermotor, dan bahan bakar minyak (BBM).
"Pengenaan objek cukai mampu menghasilkan tambahan penerimaan sekitar 18,11 persen sampai 65,69 persen dari target cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017," ujar Yustinus, Selasa (7/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yustinus menjelaskan, penerimaan cukai dalam beberapa tahun terakhir terbilang cukup baik. Setidaknya di tahun lalu, negara mampu mendapat suntikan penerimaan negara sekitar Rp178,72 triliun dari penerimaan cukai. Suntikan ini, memenuhi sekitar 97,15 persen dari target penerimaan cukai dalam APBN Perubahan 2016 sebesar Rp183,96 triliun.
 Ilustrasi cukai rokok. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati) |
Sayangnya, kontribusi penerimaan cukai pada Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sekitar 1,2 persen. Padahal di negara-negara lain, kontribusi penerimaan cukai terhadap PDB berada dikisaran rata-rata sekitar tujuh sampai delapan persen.
Bila diasumsikan, penerimaan cukai negara saat ini berada dikisaran Rp100 triliun dengan presentase sekitar 1 persen maka bila pemerintah dapat mengejar rata-rata kontribusi cukai pada PDB sekitar 7 persen, penerimaan cukai dapat meroket hingga Rp700 triliun.
"Artinya, banyak persentase yang bisa dikenai cukai, kurang lebih bisa sampai Rp700 triliun yang bisa menjadi penerimaan cukai. Ini peluang," imbuh Yustinus.
Selain masih tertinggi kontribusi penerimaan cukai pada PDB dari negara lain, Yustinus bilang, Indonesia juga tertinggal dalam jumlah objek kena cukai.
Tengoklah negara lain, misalnya Turki yang mengenakan cukai pada kendaraan bermotor, tembakau, dan minuman bersoda. Polandia, mengenakan cukai pada BBM, anggur, tembakau, dan minuman keras.
Sementara, Slovenia berhasil mendapat suntikan penerimaan negara dengan mengenakan cukai pada BBM, tembakau, dan minuman keras. Lalu, Thailand juga mengenakan BBM, kendaraan bermotor, dan tembakau untuk mendapat cukai.
Oleh karenanya, objek minuman soda dengan pemanis, kendaraan bermotor, dan BBM menjadi potensi yang besar bagi Indonesia untuk dikenakan cukai karena juga telah diterapkan di beberapa negara. Sehingga untuk pengenaan tarif, pemerintah bisa menjadikan beberapa negara tersebut sebagai referensi tarif cukai.
Belum lagi, Yustinus menilai hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendukung dan berkontribusi langsung pada gerakan kesehatan dan lingkungan.
Tak Bergantung Cukai RokokSementara itu, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Andreas Eddy Susetyo mengatakan, ekstensifikasi cukai memang perlu dilakukan pemerintah agar semakin banyak objek kena cukai dan mampu menggemukkan kantong negara.
"Cukai harus diperluas. Kalau tidak, nanti jadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Rokok saja, karena 60 persen cukai bergantung pada cukai rokok," kata Andreas pada kesempatan yang sama.
Selain itu, perluasan pengenaan cukai dapat membuat pemerintah terlihat adil pada setiap sektor industri. Pasalnya, selama ini industri rokok masih menjadi anak tiri yang diperlakukan semena-mena oleh negara dengan mengenakan cukai dan pajak berlipat.
Adapun Andreas menilai, ekstensifikasi cukai akan ampuh menjadi jalan keluar dari kebuntuan pemerintah mencari penerimaan negara usai program pengampunan pajak atau tax amnesty usai di 31 Maret mendatang.
(gir/gen)