Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) meminta dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendorong industri perbankan memperbesar porsi kredit ke sektor Usaha, Kecil, dan Menengah (UMKM). Langkah tersebut menjadi cara bank sentral membantu pemerintah memangkas ketimpangan ekonomi.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan UMKM, porsi kredit UMKM wajib dikerek hingga minimal 20 persen dari total portofolio kredit perbankan pada 2018.
"Kami ingin parlemen memberi dukungan politik di sini. Kalau sektor UMKM tidak diberi perhatian, maka rencana untuk membangun perekonomian secara inklusif dengan memperkecil
gap antara si kaya dan miskin tidak akan tercapai," tutur Agus dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Kamis (9/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, kata Agus, realisasi porsi kredit UMKM telah mencapai 19,4 persen dari total penyaluran kredit atau sekitar 7,2 persen dari Pendapatan Domestik Bruto. Kendati demikian, Agus menyayangkan porsi kredit UMKM yang disalurkan oleh 17 bank swasta buku satu dan dua belum mencapai 20 persen. Bahkan, ada satu Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang terlalu fokus pada kredit konsumsi.
"BPD yang terlalu fokus pada kredit konsumsi itu harus diarahkan kepada kredit produktif," ujarnya.
Di negara lain, lanjut Agus, target porsi penyaluran kredit kredit UMKM sudah dipertajam berdasarkan sektor perekonomian seperti pertanian, pengolahan, maupun perdagangan. Bahkan, ada negara yang berani memberikan suku bunga minus untuk kredit UMKM.
Menurut Agus, penguatan sektor UMKM merupakan hal penting mengingat sektor tersebut merupakan sektor yang relatif tahan menghadapi gejolak ekonomi. Hal itu telah terbukti saat Indonesia menghadapi krisis 1997/1998.
Salah satu bagian kredit UMKM adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Tahun lalu, realisasi penyaluran KUR mencapai Rp94,4 triliun dari target Rp100 triliun.
Kendati demikian, sama dengan karakteristik kredit UMKM, porsi penyaluran KUR mayoritas ke sektor perdagangan. Tahun lalu kredit ke sektor perdagangan mencapai 62,8 persen dari total penyaluran KUR. Sementara, kredit ke sektor produksi seperti pertanian, perburuan, dan kehutanan hanya 17,3 persen.
Karena itu, Agus mengimbau porsi penyaluran KUR ke sektor pertanian dan pengolahan diperbesar. Selain berkontribusi besar terhadap perekonomian, sektor tersebut juga banyak menyerap tenaga kerja.
Khusus untuk KUR ke sektor pertanian, pemerintah bisa menggunakan skema pembiayaan rantai nilai (value chain financing) di mana pembiayaan dari hulu ke hilir proses produksi. Selain itu, debitur juga bisa memanfaat fasilitas subsidi resi gudang yang bisa dijadikan jaminan pembiayaan.
"Untuk kredit ke sektor pertanian perlu didorong penyaluran KUR yg fokus pd pembiayaan komoditas pemicu inflasi seperti cabai, bawang merah, beras, dan daging sapi," ujarnya.
Tak hanya itu, penyaluran KUR juga bisa diarahkan ke sektor rintisan (start-up) dan industri kreatif.
Lebih lanjut, Agus juga menyarankan perbaikan distribusi KUR yang lebih merata atau tidak terkonsentrasi di bank atau wilayah tertentu.
Kemudian, pemerintah juga perlu membatasi penyaluran KUR ke debitur yang sudah mendapatkan akses kredit komersial.