Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait revisi tarif bea keluar ekspor konsentrat mineral dan barang tambang.
Sesuai rekomendasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, besaran maksimal tarif bea keluar ekspor konsentrat adalah 10 persen.
"Sudah (ditandatangani)," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung Merah Putih Komite Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini belum bersedia menjelaskan secara detail soal isi beleid tersebut.
"Nanti [tarifnya] dikeluarkan dan dijelaskan," jelasnya sembari tersenyum.
Dalam wawancara terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengungkapkan tarif bea keluar ekspor konsentrat mineral dan bahan tambang akan dibuat sedemikian rupa agar memberikan insentif bagi pelaku industri untuk membangun fasilitas pemurnian (
smelter).
Selain besaran tarif, jumlah layer pengenaan tarif kata Suahasil juga diubah. Namun, dia masih enggan membocorkan.
"Iya, jumlah
layer-nya diubah. Detailnya nanti," kata Suahasil beberapa waktu lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, penetapan tarif baru bea keluar merupakan tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomir 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, tarif bea keluar dipungut sebesar 7,5 persen apabila pembangunan
smelter antara 0-7,5 persen.
Kemudian bea keluar 5 persen bila pembangunan
smelter mencapai 7,5 - 30 persen. Sementara, jika progres pembangunan
smelter di atas 30 persen maka eksportir tidak dikenakan bea keluar.
(gen)