Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana meracik tarif jual baru setrum Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang dan non tambang kepada PT PLN (Persero). Aturan tarif baru tersebut akan tertuang melalui peraturan yang akan dirilis.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, beleid ini nantinya akan mengubah mekanisme tarif listrik yang dibeli PLN dari skema harga patokan menjadi skema tarif yang dikaitkan dengan Biaya Pokok Produksi (BPP) pembangkitan.
Sebelumnya, skema yang sama telah diberlakukan untuk pembangkit berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang tercantum di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017. Dalam beleid tersebut, tarif listrik pembangkit EBT yang dibeli PLN dipatok 85 persen dari BPP regional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai saat ini, pemerintah belum juga menetapkan besaran persentase dari BPP yang bisa diimplementasikan bagi tarif PLTU ini.
"Kami masih menghitung berapa persentase dari BPP yang bisa masuk ke tarif PLTU. Tetapi, tentu saja nanti tarif beli listrik PLTU akan dihubungkan dengan BPP," tutur Jarman di kantornya, Jumat (10/2).
Menurut dia, harga jual listrik PLTU perlu diubah karena pemerintah mulai meninggalkan rezim harga patokan (
cost plus margin) secara perlahan, menuju harga keekonomian. Pasalnya, negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand juga sudah menerapkan skema harga keekonomian.
Makanya, jika tidak ada aral melintang, semua tarif listrik akan didasarkan pada keekonomian pembangkit yang tercermin dalam BPP pembangkitan. "Kami juga perlu mengefisienkan BPP regional dan nasional. Itu langkah selanjutnya setelah membuat formulasi tarif baru ini," kata Jarman.
Menurutnya, BPP ini perlu dikontrol agar margin yang diterima pengembang listrik swasta (
Independent Power Producer/IPP) tidak negatif. Apalagi, saat ini, batubara mengambil porsi besar di dalam kapasitas pembangkit domestik, sehingga perubahan skema tarif jual listrik dari PLTU bisa mengefisienkan rata-rata BPP nasional.
Menurut data Kementerian ESDM, sebanyak 52,6 persen listrik yang dibeli PLN dari IPP berasal dari PLTU. Sementara itu, harga batu bara mengambil porsi sebesar 33,5 persen dari rata-rata BPP nasional yang saat ini sebesar US$7,35 sen per Kilowatt-
Hour (KWh).
"Dengan cara seperti ini, kami harap persediaan listrik akan tercapai sesuai kebutuhan. Selain itu, dengan tarif PLTU yang berdasarkan keekonomian, kami harap tarif listrik yang dijual ke masyarakat bisa lebih efisien," imbuhnya.
Menurut data PLN, saat ini, kapasitas PLTU terpasang sebesar 28.090 Megawatt (MW). Angka ini mengambil 52 persen dari total kapasitas pembangkit sebesar 54.015 MW.
(bir/gen)