Ekstensifikasi Cukai jadi Solusi Amankan Penerimaan Negara

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Jumat, 10 Feb 2017 12:58 WIB
CITA menghitung, pengenaan objek cukai baru mampu menghasilkan tambahan penerimaan bagi negara sekitar Rp28,52 triliun - Rp103,26 triliun.
CITA menghitung, pengenaan objek cukai baru mampu menghasilkan tambahan penerimaan bagi negara sekitar Rp28,52 triliun - Rp103,26 triliun. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai pemerintah tidak perlu menunggu lebih lama lagi untuk mengeksekusi rencana ekstensifikasi cukai. Pasalnya, pendapatan dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) belum bisa diandalkan untuk mengisi dompet negara tahun ini.

“Tahun 2017 ini krusial. Selain tindak lanjut data amnesti pajak, pemerintah perlu mencari alternatif sumber penerimaan agar APBN stabil karena pajak dan PNBP tidak dapat diandalkan saat ini. Cukai bisa menjadi alternatif penerimaan,” kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo, dikutip Jumat (10/2).

Selama kurun 2007-2014, realisasi penerimaan cukai selalu di atas target. Namun, Yustinus mencatat rasio penerimaan cukai terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain, yaitu 1,2 persen. Angka ini berbeda jauh dengan Bolivia, Turki, Denmark, masing-masing 7,8 persen, 5 persen, dan 4,3 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Salah satu penyebabnya adalah masih terbatasnya objek cukai. Ini membuka peluang bagi Indonesia untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai,” tegasnya.

Yustinus menjelaskan, dengan pertimbangan eksternalitas dan praktik di negara lain, penambahan objek cukai baru yang dapat dipertimbangkan adalah minuman ringan berpemanis, kendaraan bermotor, dan bahan bakar minyak.

Ia menghitung, dengan skema tarif terendah dan tertinggi, maka pengenaan objek cukai baru ini mampu menghasilkan tambahan penerimaan bagi negara sekitar Rp28,52 triliun - Rp103,26 triliun. Alias mampu menutupi 18,11 - 65,69 persen dari target cukai dalam APBN 2017.

"Dengan demikian, tujuan cukai sebagai pengendalian konsumsi terpenuhi, namun perannya sebagai instrumen penerimaan negara optimal," papar Yustinus.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Andreas Eddy Susetyo mengaku sepakat dengan wacana ekstensifikasi cukai yang akan dilakukan pemerintah.

DPR menurutnya, sudah dua kali bertemu di pekan ini untuk membahas penambahan objek baru cukai dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu).

Permasalahan utama dari sektor penerimaan cukai selama ini adalah, 90 persen penerimaan bertumpu pada cukai rokok. Padahal, objek lain pun harus dikenai cukai.

“Kalau kita lihat definisikan arti cukai sebagai pembatasan, coba kita hitung, berdasarkan data kesehatan dari BPJS berapa orang yang terkena penyakit diabetes?” kata Andreas.

Lalu, mengenai konsumsi bahan bakar minyak (BBM), Indonesia sekapat untuk berkomitmen menurunkan emisi karbon dalam Paris Agreement. Sehingga, kata Andreas, BBM pun bisa dijadikan objek cukai baru.

“Saya kira ekstensifikasi ini, terutama di cukai, bisa menjadi salah satu pilihan yang sebetulnya sangat vital untuk meningkatkan penerimaan negara, di samping tindak lanjut dari pada tax amnesty,” tuturnya.

Sementara Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, menjelaskan bahwa usulan ekstensifikasi akan terus dikaji, terutama barang yang sudah melewati proses kajian, seperti plastik.

Heru mengatakan, pada banyak negara, memang banyak sekali barang yang dikenakan cukai. Ini bergantung kepada fokus pemerintah agar mampu menciptakan keselarasan antara konsumsi masyarakat dan penerimaan negara. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER