Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo di level 4,75 persen yang mulai berlaku pada 17 Februari 2017 mendatang. Dengan demikian suku bunga deposit facility(DF) juga tetap bertahan di level 4 persen dan suku bunga lending facility di level 5,5 persen.
"Keputusan tersebut dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas makro ekonomi keuangan dengan tetap mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik, sejalan dengan membaiknya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik dengan stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga," ujar Gubernur BI Agus D.W Martowardojo dalam konferensi pers, Kamis (16/2).
Agus mengatakan, keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan keadaan sejumlah indikator ekonomi Indonesia yang tetap stabil selama beberapa waktu terakhir dan sentimen perekonomian dunia baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agus, perekonomian global akan cenderung membaik tahun ini terutama didukung oleh Amerika Serikat dan China diikuti oleh harga komoditas global yang terus meningkat.
"Perekonomian China diperkirakan tumbuh cukup kuat sejalan dengan re-balancing ekonomi yang berlangsung secara bertahap. Harga minyak dunia dan komoditas ekspor Indonesia menunjukan peningatan di samping rencana ekspansi fiskal AS ditengah sinyal pengetatan moneter dapat mendorong dolar AS dan penyesuaian suku bunga AS yang lebih cepat," ujarnya.
Untuk kondisi dalam negeri, berdasarkan data bank sentral, tingkat inflasi pada awal tahun tetap terjaga meski sempat mengalami tekanan akibat sejumlah harga barang dan jasa yang diatur pemerintah (administered price) yang naik di awal tahun, seperti tarif administrasi pembuatan STNK, tarif golongan listrik tertentu hingga kenaikan harga bahan bakar khusus (BBK).
"Inflasi tetap terkendali meski mengalami tekanan meningak di Januari 2017.
Inflasi IHK tercatat 0,97 persen month to month (mtm0, lebih tinggi dari bulan sbelumnya, yang mencapai 0,42 persen mtm, kenaikan inflasi itu disumbang oleh kelompok administered price," ujar Agus.
Selain inflasi, nilai tukar rupiah juga menjadi pertimbangan bank sentral dalam menentukan arah kebijakannya.
Pada akhir tahun lalu, menurut Agus nilai tukar rupiah sempat mengalami tekanan akibat peningkatan kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri (ULN) dan sentimen ketidakpastian ekonomi pasca pemiliu Presiden AS dan hasil kenaikan Fed Fund rate akhir tahun lalu. Pada kuaral IV 2016, rupiah melemah sebesar 3,13 persen menjadi Rp13.473 per dolar AS.
"Namun rupiah kembali menguat sebesar 0,9 persen menjadi Rp13.352 per dolar AS pada Januari 2017," ujarnya.
Agus mengatakan, ke depannya BI akan konsisten menjaga stabilitas makro ekonomi dengan tetap mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik.
"Pertumbuhan ekonomi indonesia akan diperkirakan membaik dengan stabilitas sistem keuangan yang terjaga, kami mewaspadai sejumlah risiko maupun dari dalam negeri terutama penyesuaian administered prices terutama yang berdampak kepada inflasi," pungkasnya.