Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sesumbar bisa menjaga produksi minyak nasional di level 800 ribu barel per hari selama lima tahun ke depan. Untuk bisa merealisasikan target tersebut, pemerintah memerlukan dukungan dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan SKK Migas.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengakui, lapangan-lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia sudah tua. Tidak heran jika penurunan produksi minyak terjadi rata-rata 11 persen per tahun. Dengan tidak adanya temuan lapangan minyak baru yang besar, maka diperlukan teknologi khusus untuk bisa menahan penurunan produksi tersebut.
"Lapangan baru sekarang bisa muncul minyaknya 15 tahun lagi. Sementara pemerintah ingin dalam waktu cepat bisa mempertahankan produksi tetap di atas 800 ribu barel per hari,” kata Arcandra, dikutip dari laman Kementerian ESDM, Rabu (22/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar angka produksi bisa dijaga di atas 800 ribu barel per hari mulai tahun depan, Arcandra menyebut pemerintah perlu mengidentifikasi teknologi-teknologi yang tersedia dan tepat digunakan di Indonesia.
"Kita lihat jenis teknologinya, success story, kemudian karakteristiknya apakah cocok di lapangan-lapangan yang ada di Indonesia. Kita lihat termasuk dari segi komersialnya, jangan sampai biaya produksi lebih mahal dari
revenue," paparnya.
Setelah teknologi yang tepat ditemukan, lanjut dia, Kementerian ESDM akan melakukan
workshop dengan seluruh KKKS untuk menyusun program kerja, implementasi dan tata waktu dalam waktu 5 tahun.
Sebagai informasi, produksi minyak pada 2016 tercatat 831 ribu barel per hari dan gas sebesar 7.939 MMSCFD. Angka ini lebih besar dibanding target
Work Program and Budget SKK Migas masing-masing sebesar 817.500 barel per hari dan 7.813 MMSCFD.
Teknologi BaruMelengkapi permintaan bosnya tersebut, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menyebut penggunaan teknologi baru di lapangan-lapangan migas Indonesia harus sudah dimulai tahun depan.
“Tahun 2018 sudah harus mulai. Tahun 2019 itu sudah harus
full new technology-nya harus dikembangkan karena sudah mulai turun produksi minyaknya,” kata Wiratmaja.
Menurut pria yang kerap disapa Wirat, produksi minyak Indonesia masih mengandalkan dari Blok Cepu. Ketika produksi dari blok tersebut turun dari puncak produksinya setalah 4-5 tahun, maka harus dilakukan suatu cara agar produksi minyak Indonesia tidak turun drastis.
Ia mengungkapkan, pemerintah sedang mengkaji penggunaan teknologi yang paling tepat untuk meningkatkan produksi migas nasional. Misalnya penggunaan
Enhanced Oil Recovery (EOR) atau teknologi pengeboran khusus untuk menguras habis cadangan minyak di lapangan tua.
“Sekarang secara intensif kita lihat semua teknologi yang mungkin diterapkan di Indonesia. Kita hitung berapa biayanya. Setelah itu kita laporan dengan teknologi ini, biayanya sekian dan bisa menaikkan produksi sekian,” jelasnya.
(gen)