Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan rencana implementasi sistem pertukaran informasi data keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Infromation/AEoI) untuk tahap pertama akan berlaku bagi nasabah asing.
Sementara, keterbukaan data keuangan untuk nasabah lokal akan berlaku pada 2018 mendatang atau setelah AEoI resmi berlaku. Adapun pertukaran informasi data dalam AEoI nanti tidak hanya seputar data perbankan, melainkan juga berlaku bagi lembaga keuangan manapun yang menerima simpanan maupun investasi warga negara asing (WNA).
Pada dasarnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon bilang, aturan AEoI mirip dengan aturan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA). FATCA merupakan produk hukum yang dikeluarkan untuk membantu mengatasi penggelapan pajak (tax evasion) di Amerika Serikat (AS). Aturan ini telah berlaku setelah Indonesia menandatangani kesepakatan FATCA dengan Pemerintah AS pada Juni tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya rasa, ini baru untuk WNA, seperti warga negara Amerika Serikat (AS) yang sudah dalam aturan FATCA. Namun, dengan AEoI persyaratan semua keterbukaan seperti ini akan berlaku bagi semua negara di OECD," tutur dia, Senin (27/2).
Lebih lanjut Nelson menjelaskan, pertukaran informasi data nasabah asing antar negara tahun ini akan memiliki payung hukum berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Saat ini, Perppu terkait tengah digodok oleh pemerintah.
Sementara, sambung dia, untuk nasabah dalam negeri masih harus menunggu direvisinya dua Undang-Undang, yakni UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan UU Perbankan.
Amandemen UU tersebut dinilai sebagai bukti komitmen Indonesia dalam keterlibatannya sebagai anggota OECD yang turut merumuskan aturan AEoI. "Kalau kita tidak siap dengan perangkat hukumnya, kita bisa dianggap sebagai negara yang tidak kooperatif," katanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama, sebelumnya mengatakan, selama ini berdasarkan UU Perbankan yang berlaku, data nasabah simpanan di bank tidak dapat diberikan kepada DJP. Kecuali, jika sedang dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti perkara, penyidikan, atau penagihan aktif terhadap WP nasabah bank tersebut. Itupun harus melalui izin ketua OJK berdasarkan permintaan Menteri Keuangan.
"Nantinya, dalam AEoI, dipersyaratkan bahwa data WP nasabah tersebut dapat diakses secara otomatis oleh otoritas pajak, tidak dibatasi dalam hal pemeriksaan tersebut, serta tidak harus melalui proses atau persetujuan seperti selama ini," pungkasnya.
(bir/gen)