Pemerintah Patok Harga Listrik PLTU Berbasis BPP

CNN Indonesia
Sabtu, 04 Mar 2017 02:53 WIB
Pengaturan harga listrik PLTU tersebut akan membuat biaya pokok penyediaan pembangkit lebih efisien, sehingga tarif listrik menjadi kompetitif.
Pengaturan harga listrik PLTU tersebut akan membuat biaya pokok penyediaan pembangkit lebih efisien, sehingga tarif listrik menjadi kompetitif. (Dok. Cirebon Electric Power).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga listrik maksimal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batu bara sesuai biaya pokok penyediaan (BPP) nasional. Penetapan harga ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, pengaturan harga listrik PLTU tersebut akan membuat BPP pembangkit lebih efisien, sehingga tarif listrik menjadi kompetitif.

Permen ESDM 19/2017 tentang Pemanfaatan Batu Bara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik (Excess Power) itu membagi harga listrik PLTU menjadi dua bagian, yakni mulut tambang dan nonmulut tambang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk PLTU mulut tambang, apabila BPP setempat lebih rendah dari BPP nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75 persen BPP setempat. Namun, apabila BPP setempat lebih tinggi dari nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75 persen BPP nasional.

"Harga pembelian tenaga listrik itu ditetapkan dengan asumsi faktor kapasitas pembangkit sebesar 80 persen," kata Jarman, mengutip Antara, Jumat (3/3).

Adapun, untuk harga listrik PLTU nonmulut tambang, beleid tersebut membagi lagi dalam dua bagian, yakni di atas dan di bawah 100 megawatt (MW). Harga listrik PLTU nonmulut tambang dengan kapasitas di atas 100 MW ditetapkan apabila BPP setempat lebih rendah dari nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP setempat.

Jika BPP setempat lebih tinggi dari nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP nasional. Jarman menuturkan, untuk harga listrik pembangkit nonmulut tambang di bawah 100 MW, diatur jika BPP setempat lebih rendah dari nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP setempat.

Nah, jika BPP setempat lebih tinggi dari nasional, maka harga berdasarkan lelang atau mekanisme bisnis (business to business). Hal sama sebelumnya dilakukan pada harga listrik dari sumber energi baru terbarukan yang ditetapkan maksimal BPP setempat melalui Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017.

Selain PLTU mulut tambang dan nonmulut tambang, Permen ESDM 19/2017 juga mengatur harga patokan tertinggi dari kelebihan tenaga listrik (excess power).

"Penggunaan excess power dilakukan apabila pasokan daya kurang atau menurunkan BPP pembangkit setempat," terang Jarman.

Menurut dia, harga "excess power" sesuai aturan baru adalah paling tinggi ditetapkan 90 persen dari BPP setempat, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan listrik.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER