BI: Utang Luar Negeri, Korporasi Wajib Hedging 25 Persen

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Rabu, 08 Mar 2017 09:20 WIB
Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia juga mewajibkan korporasi untuk memiliki rasio likuiditas paling kurang 70 persen.
Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia juga mewajibkan korporasi untuk memiliki rasio likuiditas paling kurang 70 persen. (REUTERS/Iqro Rinaldi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mewajibkan lindung nilai (hedging) paling sedikit 25 persen antara aset valuta asing minum kewajiban valas bagi utang luar negeri (ULN) korporasi. Tak cuma itu, sebelum mengantongi ULN, korporasi juga harus mendapatkan peringkat minimum double B minus (BB-) dari lembaga pemeringkat kredit.

Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, BI juga mewajibkan korporasi untuk memiliki rasio likuiditas paling kurang 70 persen. Kewajiban ini bahkan sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) soal hedging yang terbit dua tahun sebelumnya.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, mulai tahun ini, BI mewajibkan perusahaan melakukan lindung nilai atas utangnya minimum 25 persen pada bank dalam negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tetapi, per 1 Januari 2017, untuk transaksi lindung nilai harus dilakukan oleh perbankan domestik. Masa berlaku peringkat paling lama dua tahun sejak diterbitkan. Kalau perusahaan itu merupakan afiliasi bisa gunakan rating dari perusahaan induk," ujar Dody di Bank Indonesia, Selasa (7/3).

Jika perusahaan diketahui tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut, maka bank sentral akan memberikan sanksi dengan bentuk teguran hingga sanksi administrasi.

Kendati demikian, BI masih memberikan kelonggaran bagi perusahaan-perusahaan milik negara maupun swasta untuk melakukan transaksi lindung nilai dengan bank yang berada di luar negeri. Aturan ini diperbolehkan hingga Juli 2017.

Tingkat Kepatuhan Masih Rendah

Sejak peraturannya terbit, BI mencatat korporasi yang memenuhi rasio lindung nilai 0-3 bulan memiliki pangsa ULN 92,8 persen, sementara korporasi yang memenuhi rasio lindung nilai 3-6 bulan memiliki pangsa ULN 94,7 persen.

Jumlah korporasi yang melakukan lindung nilai juga terus meningkat dan mayoritas dilakukan dengan perbankan dalam negeri. Jumlah korporasi yang melakukan lindung nilai meningkat 53,5 persen dari 314 korporasi pada kuartal II 2015 menjadi 482 korporasi pada kuartal III 2016.

Mayoritas transaksi lindung nilai sebesar 91,5 persen sudah dilakukan dengan perbankan dalam negeri. Namun untuk tingkat kepatuhan kewajiban peringkat utang, terbilang relatif masih rendah jika dibandingkan kepatuhan kewajiban likuiditas dan lindung nilai.

Dari 538 korporasi yang diwajibkan memiliki peringkat kredit, baru 132 korporasi yang memiliki peringkat kredit. Dari total tersebut terdapat 95 persen yang telah memenuhi peringkat utang minimum untuk melaksanakan ULN.

Deputi Direktur Kebijakan Ekonomi Moneter Riza Tyas mengungkapkan, perusahaan-perusahaan kecil masih jarang melakukan hedging dan pemeringkatan kredit. Pasalnya, aktivitas hedging masih dianggap terlalu mahal.

"Yang belum ikut hedging sebagian besar adalah perusahaan kecil, alasan utama karena biaya. Kalau perusahaan besar bisa dikatakan bisa mencapai di atas rata-rata. Sektornya tersebar. Kalau perusahaan kecil paling banyak manufaktur dan perdagangan," tutur dia. (bir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER