Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi (migas) untuk memperbanyak jaringan pipa gas di kawasan industri, guna menekan harga gas tersebut.
Usulan tersebut disampaikan Kemenperin kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang menjadi komandan pengembangan 14 kawasan industri baru di Indonesia. Langkah ini dianggap perlu agar harga gas di kawasan industri menjadi lebih efisien.
Muhammad Khayam, Direktur Industri Kimia Dasar Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin beralasan, harga gas yang tinggi bisa menjadi penghalang bagi investor untuk menjadi tenant di kawasan industri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Kemenperin meminta pengurangan penggunaan gas alam cair (
Liquefied Natural Gas/LNG) untuk dipasok ke kawasan industri karena harganya lebih mahal dibanding gas pipa. Pasalnya, gas LNG perlu melalui proses regasifikasi sebelum dialirkan ke pengguna akhir (
end user).
Dalam hal ini, ia berkaca pada harga gas industri di Sumatera Utara yang angkanya bisa menembus US$13,82 per MMBTU karena menggunakan LNG yang diregasifikasi di Arun, Aceh.
Kini, harga gas industri di provinsi tersebut sudah turun menjadi US$9,95 per MMBTU akibat penggunaan gas pipa dari blok North Sumatera Offshore (NSO) yang dioperatori PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Pertamina EP.
"Kalau bisa
tenant di kawasan industri bisa mendapatkan gas pipa. Kami sudah ajukan ke Kemenko Perekonomian untuk disinergikan program ini dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," jelas Khayam, Rabu (8/3).
Morowali dan KonaweIa menyebut dua kawasan industri yang sekiranya bisa mendapat manfaat dari gas pipa dari sumur migas terdekat, yaitu Kawasan Industri Morowali dan Konawe. Ia menuturkan, Morowali dan Konawe sebetulnya bisa mendapat manfaat gas dari Wilayah Kerja Senoro-Tohili mengingat lokasi kawasan industri sangat dekat dengan sumur gas.
Tenaga gas ini, lanjutnya, bisa mengganti tenaga batu bara yang digunakan industri smelter di dua kawasan industri tersebut.
Sementara itu, ia tak mengkhawatirkan pasokan gas ke kawasan industri Teluk Bintuni dan Sei Mangkei karena sudah ada alokasi gasnya sendiri.
"Kami heran, kenapa Morowali dan Konawe pakai tenaga batu bara jika di dekatnya ada fasilitas LNG Donggi-Senoro? Kami mohon agar ada akses pipa gas ke dua kawasan industri tersebut, karena sumurnya lumayan dekat," papar Khayam.
Sebagai tindak lanjut, Kemenperin rencananya akan memasukkan penggunaan gas bagi kawasan industri ke dalam empat sektor tambahan yang bisa menerima penurunan harga gas bagi industri.
Jika ini disetujui, nantinya penggunaan gas bagi kawasan industri bisa tercantum di dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2016.
"Nanti tambahan industrial estate ini akan masuk ke dalam empat sektor tambahan, bersama dengan industri kertas, industri makanan dan minuman, dan industri tekstil. Empat sektor ini nantinya akan menjadi 11 sektor, ditambah dengan tujuh sektor yang sebelumnya tercantum di Perpres 40 tahun 2016," pungkasnya.
Sebagai informasi, 14 kawasan industri di luar pulau Jawa yang akan dibangun pemerintah hingga 2019 adalah Teluk Bintuni di Papua Barat, Buli di Maluku Utara, Morowali dan Palu di Sulawesi Tengah, Bitung di Sulawesi Utara, Bantaeng di Sulawesi Selatan, Konawe di Sulawesi Tenggara, Batulicin dan Jorong di Kalimantan Selatan, Ketapang dan Landak di Kalimantan Barat, Sei Mangkei dan Kuala Tanjung di Sumatera Utara, dan Tanggamus di Lampung.
(gen)