Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berhasil memperoleh komitmen investasi tambahan sebesar 300 juta euro dari Lenzing AG. Perusahaan serat rayon asal Austria tersebut berencana mengembangkan lini bisnisnya di Indonesia.
Lenzing merupakan induk usaha dari PT South Pacific Viscose (SPV), produsen serat rayon
stapel viscosa dan sodium sulfat yang telah beroperasi di Purwakarta, Jawa Barat sejak 1982 silam.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Lenzing berencana menambah lini produksi
tencel, salah satu jenis serat rayon dengan kualitas di atas
viscosa yang juga digunakan sebagai bahan baku benang pintal dan
non-woven yang jumlahnya masih sangat terbatas di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Mereka mempertimbangkan untuk tambah kapasitas 300 ribu ton per tahun dengan
special additional fibers,
staple fibers. Di sini belum ada yang produksi. Mereka akan bawa teknologi baru,” kata Airlangga, usai bertemu dengan Christian Dressler dari Lenzing AG dan Kumar Ramalingam dari SPV di ruang kerjanya, dikutip Kamis (9/3).
Selama beroperasi di Indonesia, Airlangga mencatat SPV telah menanamkan modal sebanyak US$475,58 juta. SPV mampu memproduksi sebanyak 325 ribu ton serat stapel viscosa per tahun dan mempekerjakan 1.746 orang.
Bersaing dengan ThailandMeski telah bertemu langsung dengan manajemen Lenzing, Airlangga mengaku belum dapat memastikan perusahaan tersebut bakal merealisasikan rencananya di Indonesia. Pasalnya, Dressler berujar kepadanya bahwa perusahaan tempatnya bekerja juga tengah mempertimbangkan Thailand sebagai negara alternatif pengembangan bisnisnya.
“Mereka menanyakan insentif apa yang bisa diberikan Indonesia, karena mereka juga melirik Thailand yang menawarkan beberapa insentif,” kata Airlangga.
Selain itu, Lenzing juga meminta kepastian dari pemerintah atas ketersediaan bahan baku dan tarif energi yang rendah.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono menjelaskan, investasi untuk produksi serat rayon viscosa dapat memperoleh fasilitas
tax allowance sebagaimana disebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2015 dan yang diperbaharui melalui PP Nomor 9 tahun 2016 serta peraturan pelaksanaanya.
“Dengan juga mengacu kepada Permenperin Nomor 48 tahun 2015, mereka berhak dapat
tax allowance karena untuk ketentuan investasi di industri tekstil minimal Rp100 miliar, sedangkan rencana investasi mereka sebesar 300 juta Euro,” papar Sigit.
Ketentuan lainnya adalah jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang untuk investasi baru, sedangkan untuk perluasan dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 50 orang.
Sigit menambahkan, pihak SPV tengah memilih lokasi pembangunan industrinya di beberapa wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
“Dalam waktu tiga bulan ini akan diputuskan. Semoga bisa masuk ke Indonesia. Kalau jadi masuk, investasi ini memperkuat struktur industri tekstil kita karena mampu produksi kain-kain yang high grade,” tuturnya.
Kemenperin mencatat, kapasitas produksi industri serat rayon di Indonesia sebesar 470 ribu ton pada 2016. Dari kapasitas tersebut, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mencapai 366 ribu ton per tahun, dan sisanya diekspor dengan nilai sekitar US$251 juta.
Kemenperin juga memproyeksikan kapasitas produksi serat rayon dapat mencapai 565 ribu ton pada tahun 2017. Selanjutnya, tahun 2018, ditargetkan mencapai 700 ribu ton melalui ekspansi PT Rayon Utama Makmur. Di tahun 2019, bisa mencapai satu juta ton, dan tahun 2021 sebesar 1,2 juta ton melalui tambahan dari PT Sateri Viscose.
(gen)