Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) meminta pemerintah memberikan insentif tambahan jika nantinya kebijakan pemasangan satu dispenser gas di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) jadi diberlakukan.
Manager Compressed Natural Gas (CNG) and City Gas Pertamina Ryrin Marisa mengatakan, salah satu insentif yang diminta adalah harga yang memenuhi keekonomian investasi pemasangan dispenser gas.
Menurutnya, harga jual Bahan Bakar Gas (BBG) saat ini masih belum menemui tingkat keekonomian proyeknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ryrin mengatakan, saat ini harga jual BBG dipatok Rp3.100 per liter setara premium (lsp). Namun menurutnya, harga BBG yang bisa memenuhi keekonomian proyek tercatat Rp4.500 hingga Rp5.000 per lsp.
"Kami menunggu kebijakan pemerintah, apakah untuk nanti dinaikkan (harganya) atau ada subsidi khusus, kami tunggu. Yang jelas untuk menarik investor di BBG. Karena dengan kondisi saat ini, secara keekonomian masih kurang menarik," jelas Ryrin.
 Foto: ANTARA FOTO/Eric Ireng/ss/pd/15 |
Karena hal itu, tak heran bila tingkat pengembalian internal (
Internal Rate of Return/IRR) Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) masih di bawah 16 persen. Padahal, investor baru akan tertarik dengan proyek SPBG jika IRR menyentuh angka 16 persen.
Apalagi menurutnya, pengguna kendaraan BBG juga masih minim, sehingga investor proyek BBG berpikir ulang untuk melakukan proyeknya. Ia berkaca pada utilisasi SPBG milik Pertamina yang berada di angka 2 hingga 50 persen dari kapasitas terpasangnya.
"Maka dari itu, dibutuhkan juga subsidi ke konsumen. Terutama yang sudah punya converter kit agar meneruskan penggunaanya. Bisa saja dikasih insentif, entah itu dengan penggratisan pajak Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan pakak administrasi kendaraan lainnya," kata Ryrin.
Peralatan yang RumitKendati demikian, Pertamina menyambut kebijakan ini karena memasang dispenser gas tentu mengeluarkan biaya yang lebih murah ketimbang investasi SPBG yang rata-rata memakan dana Rp17 miliar. Apalagi, pembangunan SPBG selalu terkendala oleh luas lahan yang digunakan.
Tetapi, ia berharap pemerintah bisa memperhatikan dampak pemasangan dispenser gas terhadap kompleks SPBU nantinya. Pasalnya, alat-alat untuk menyalurkan BBG terbilang kompleks dibanding penjualan BBM.
"Lahan SPBU sekarang kecil-kecil, namun ada beberapa alat besar yang harus disediakan di SPBU nantinya kalau mau layani BBG. Harus ada scruber, dryer, hingga kompresor di luar dispensernya. Kalau BBM kan bisa ditaruh di bawah tanah, kalau BBG tidak bisa. Itu saja masalahnya," pungkasnya.
Sebagai informasi, pemerintah berencana untuk mewajibkan seluruh SPBU minimal memiliki satu dispenser BBG. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemanfaatan gas bagi kendaraan, sehingga produsen otomotif mau menambah kendaraan berbahan bakar gas.
Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), penggunaan BBG bagi kendaraan di tahun 2016 mencapai 3,49 BBTUD. Angka ini mengambil 0,05 persen dari pemanfaatan gas bumi di Indonesia pada tahun lalu mencapai 6.991,4 BBTUD.