Konsolidasi Tim jadi Tugas Pertama Bos Baru Pertamina

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 15 Mar 2017 13:57 WIB
Kekompakan tim direksi mutlak diperlukan Pertamina untuk mengejar target-target besar yang ditetapkan pemegang saham.
Foto: Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Edwin Hidayat Abdullah meminta siapapun profesional yang didapuk pemerintah sebagai Direktur Utama (Dirut) Pertamina, untuk menjaga kekompakan direksi perusahaan migas pelat merah tersebut.

"Tugas pertama adalah konsolidasi, karena kemarin sempat tidak ada Dirut. Jaga kekompakan, sehingga bisa mempertahankan kinerja yang sudah dicapai 2016," kata Edwin, Rabu (15/3).

Menurut pria yang juga menjabat Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kemeterian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kekompakan tim direksi mutlak diperlukan Pertamina untuk mengejar target-target besar yang ditetapkan pemegang saham.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Membangun kilang itu salah satu tugas berat Pertamina ke depan. Kalau manajemen tidak kompak, bisa dibayangkan sulitnya menjalankan tugas seberat itu,” tegasnya.

Kisruh Pertamina

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina pada hari Jumat (2/2) menetapkan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama.

Konsolidasi Tim jadi Tugas Pertama Bos Baru PertaminaBekas Dirut Pertamina Dwi Soetjipto. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)


Masalah komunikasi antara keduanya disinyalir sebagai alasan RUPS memutuskan hal tersebut. Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng menjelaskan beberapa kasus di mana perselisihan antara keduanya kerap terjadi.

Kasus pertama, lanjutnya, adalah masalah impor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar sebesar 1,2 juta barel yang dilakukan pertengahan Januari lalu. Pada saat itu, Ahmad melangkahi posisi Dwi dalam menandatangani persetujuan impor solar.

Masalah bermula ketika Ahmad meminta tandatangan Dwi untuk menyetujui impor Solar. Namun, karena Dwi tak kunjung menandatangani persetujuan itu, Ahmad lantas menandatangani persetujuan agar proses impor dipercepat. Dalam hal ini, Ahmad dianggap menyalahi wewenangnya sebagai Wakil Direktur Utama.

Namun menurut Tanri, hal itu bukan sepenuhnya salah Ahmad. Alasannya, Dwi tak kunjung menandatangani persetujuan itu meski dokumen telah disiapkan berjauh-jauh hari.

Padahal, impor solar diperlukan karena stok dalam negeri tengah menipis. Pada saat itu, Tanri menyebut bahwa persediaan Solar tercatat 15 hari, atau di bawah persediaan standar selama 20 hari.

Di samping masalah impor, ketidaksepakatan antara keduanya juga menyebabkan 20 tenaga kerja stategis tak kunjung diganti meski masa jabatannya telah habis. Salah satu contohnya adalah posisi pemimpin PT Pertamina Gas (Pertagas) yang sempat kosong selama beberapa waktu.

"Pergantian di Pertagas itu terlambat beberapa saat ya gara-gara itu," tambahnya.

Ia menyebut, sebagian besar akar masalah ini bermula dari kurangnya sifat kepemimpinan Dwi. Maka dari itu, RUPS memutuskan untuk memberhentikan Dwi sebagai Dirut untuk mencegah hal ini terulang lagi.

Namun, karena RUPS khawatir masalah wewenang ini akan berlangsung lagi, maka RUPS juga mencopot Ahmad sebagai Wakil Direktur Utama.

"Lebih aman dicopot dua-duanya saja," terangnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER