Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Cabang Timika PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Muhammad Yusuf meminta PT Freeport Indonesia, maupun perusahaan-perusahaan subkontraktornya untuk menyerahkan data karyawan yang dirumahkan akibat berkurangnya kegiatan produksi.
Data dari 3.340 karyawan yang dipecat oleh Freeport dan subkontraktornya sampai Kamis (16/3) kemarin, sangat penting bagi BRI untuk menyusun langkah antisipasi potensi kredit bermasalah.
"Kami tidak menutup mata dengan kondisi yang ada. Kami juga memahami situasi ini dan merasakan kesulitan yang dihadapi karyawan yang di-PHK dan dirumahkan," ujar Yusuf, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (17/3).
Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia berdemonstrasi di Kantor Bupati Mimika, Papua, Jumat (17/2). (ANTARA FOTO/Vembri Waluyas) |
Menurut Yusuf, status
forelock yang dihadapi ribuan karyawan tambang Grasberg di Papua tersebut juga tidak mengenakkan bagi BRI. Karena, karyawan perusahaan tambang Amerika Serikat (AS) itu sendiri tidak tahu apakah akan dipekerjakan kembali atau diberhentikan selamanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, BRI berharap manajemen Freeport mau membuka data karyawannya yang dirumahkan. Karena BRI sendiri memutuskan untuk memberikan keringanan pembayaran kredit jika karyawan tersebut sudah tidak lagi bekerja untuk Freeport.
Perpanjang Tenor
Alternatif lainnya, Yusuf mengundang karyawan yang terkena PHK untuk datang ke kantor cabang BRI dan menanyakan bagaimana penyelesaian kewajibannya.
“Kalau memang masih ada kepastian akan dipekerjakan kembali maka kami bisa merescheduling jadwal pinjamannya. Misalkan masa waktu pinjaman selama lima tahun bisa diundur hingga 10 tahun," tambah Yusuf.
Sebelumnya Vice President Freeport Indonesia Bidang Security and Risk Management Amirullah menyebut sampai kemarin, total karyawan yang dirumahkan dan di-PHK sudah mencapai 3.340 orang.
Proses PHK dan merumahkan karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktornya diprediksi akan terus berlanjut mengingat Freeport kini hanya bisa memasok 40 persen produksi konsentratnya ke pabrik
smelter PT Smelting di Gresik, Jawa Timur.
Kondisi buruk di Freeport terjadi setelah pemerintah menyetop keran ekspor konsentrat Freeport sejak 12 Januari 2017 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Akibatnya, pada 20 Februari 2017, Freeport mengancam akan menyeret Pemerintah Indonesia ke lembaga Peradilan Arbitrase karena dinilai melanggar Kontrak Karya yang masih berlaku.