Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan pemerintah menghentikan izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia berimbas kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).
Manajemen bank pelat merah itu mengaku kehilangan potensi pendapatan Rp1 miliar per bulan. Akibat tidak berani menyalurkan kredit kepada karyawan perusahaan tambang yang mengurangi kegiatan produksinya tersebut.
Kepala BRI Cabang Timika Muhammad Yusuf menjelaskan sebelum izin ekspor dihentikan, kantor cabang yang dipimpinnya mampu membukukan penyaluran kredit tanpa agunan Rp1,5 miliar sampai Rp2 miliar per bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Utang itu dicairkan kepada nasabah yang merupakan karyawan perusahaan pengelola aset Freeport dan subkontraktornya.
“Pinjaman rata-rata di BRI Timika sekitar Rp1 miliar per bulan. Kesimpulannya, kalau dua bulan kami hentikan pemberian pinjaman kepada karyawan maka kami sudah kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp2 miliar," kata Yusuf, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (17/3).
Ia mengakui sejak awal Februari lalu BRI Timika menempuh kebijakan seleksi ketat pemberian kredit baru kepada karyawan Freeport dan subkontraktornya. Langkah itu diambil BRI karena polemik Freeport tidak menunjukkan tanda-tanda membaik.
Hal tersebut bahkan diperparah dengan keputusan perusahaan tambang Amerika Serikat (AS) itu untuk merumahkan 3 ribu lebih karyawan dan subkontraktornya.
Yusuf mengatakan BRI Timika cukup khawatir dengan semakin banyaknya karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dengan semakin banyaknya karyawan yang di-PHK, otomatis BRI kehilangan aset yang produktif.
"Ketika karyawan di-PHK, tentu mereka akan menerima pesangon yang cukup besar sehingga bisa langsung melunasi sisa cicilan kredit. Tapi setelah itu mereka tidak produktif lagi karena kehilangan pekerjaan dan sumber pendapatan," jelas Yusuf.