Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia kembali melakukan aktivitas produksi tambang Grasberg di Kabupaten Timika Provinsi Papua sejak kemarin, engan kapasitas sekitar 40 persen dari utilisasi produksi normal sebesar 240 ribu ton ore per hari atau sesuai dengan kapasitas fasilitas pemurnian dan pengolahan (
smelter) PT Smelting di Gresik, Jawa Timur.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution enggan memberi komentar lebih lanjut terkait perubahan sikap perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut, yang selama 40 hari silam telah menghentikan aktivitas produksinya karena memiliki selisih paham dengan pemerintah terkait ketentuan ekspor mineral.
Namun, Darmin melihat bahwa sikap Freeport ini tak bisa semata-mata dilihat sebagai bentuk melunaknya Freeport, yang sebelumnya pernah menekan pemerintah dengan mengancam akan membawa perselisihan terkait status Freeport dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ke pengadilan luar negeri (arbitrase).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Darmin, apapun langkah dan sikap Freeport, sikap pemerintah masih sama, yakni mengupayakan perundingan yang matang dengan Freeport melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Tenang sajalah, belum habis perundingannya (antara Freeport dengan ESDM). Saya tidak mau komentar, nanti menambah-nambah (persoalan)," ujar Darmin di kantornya, kemarin malam.
Dari sisi Freeport sendiri, Senior Vice President Geo Engineering Freeport Wahyu Sunyoto mengatakan bahwa keputusan kembali melakukan produksi untuk menjaga agar lahan yang sedang digarap tidak runtuh sehingga akses perusahaan terhadap tambang tetap mudah seperti biasa.
"Kalau berhenti produksi secara normal, tambang runtuh tidak bisa ditambang lagi," kata Wahyu.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyebutkan, perundingan antara pemerintah dan Freeport yang telah berjalan selama tiga minggu belum juga menemukan titik terang lantaran pemerintah dan Freeport masih saling keras kepala dengan pendapatnya masing-masing.
"Kenapa tiga minggu tak tercapai, karena Freeport masih berpikir secara lama. Ingin tetapkan kontrak dan apa yang diinginkan sama mereka harus dipenuhi semua lah. Ini sama kayak dulu-dulu, bagaimana mau
win-win jika begini?" kata Bambang.
 Kegiatan tambang Freeport. (Dok. PT Freeport Indonesia) |
Bambang bilang, dari sisi pemerintah tetap bersikeras bahwa Freeport harus menuruti aturan yang diberlakukan negara lantaran beberapa perusahaan lain tak merasa keberatan dengan perubahan aturan pemerintah.
Misalnya, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang tetap mau berkomitmen investasi mencapai US$9 miliar meski status KK yang dimiliki telah berubah menjadi IUPK. Bahkan, luas lahan tambang Amman juga dipangkas.
Bambang juga membandingkan Freeport dengan PT Vale Indonesia Tbk yang tak berubah KK sehingga tak mendapat izin ekspor mineral. Namun, Vale tak keberatan dengan aturan tersebut.