Bos PTBA Acungi Jempol Formula Harga Listrik Racikan Jonan

CNN Indonesia
Kamis, 23 Mar 2017 11:30 WIB
Formula pembelian listrik yang disusun Menteri ESDM Ignasius Jonan, dianggap bisa mengurangi dispute soal besaran biaya produksi listrik.
Formula pembelian listrik yang disusun Menteri ESDM Ignasius Jonan, dianggap bisa mengurangi dispute soal besaran biaya produksi listrik. (CNN Indonesia/Galih Gumelar)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menilai peraturan terbaru mengenai harga pembelian listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) oleh PT PLN (Persero) menciptakan mekanisme pembelian listrik yang lebih jelas. Pasalnya, formula pembelian listrik yang disusun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, dianggap bisa mengurangi sengketa (dispute) soal besaran biaya produksi listrik.

Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, kerap terjadi silang pendapat mengenai biaya produksi listrik antara PLN dan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) jika menggunakan formula sebelumnya, yaitu biaya produksi ditambah margin (cost plus margin). Karena terkadang, angka produksi listrik yang dihitung PLN bisa jauh berbeda dengan yang disodorkan IPP.

Untuk itu, ia mengapresiasi formula baru dengan hitungan 75 persen dari Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik regional. Sehingga, tak ada lagi negosiasi yang alot dengan PLN terkait harga beli listrik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau mengacu pada peraturan baru tidak ada negosiasi. Karena cost ini bisa menimbulkan dispute, seperti stripping ratio (SR) batu bara kami bilang sekian, namun PLN bisa bilang sekian," jelas Arviyan, Rabu (22/3).

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa mekanisme formula baru ini masih ekonomis untuk proyek PLTU Bukit Asam yang sebagian besar merupakan PLTU mulut tambang.

Karena menurutnya, ongkos produksi listrik dari PLTU mulut tambang terbilang rendah dibanding PLTU lainnya. Sehingga, perubahan formula tarif beli listrik tak begitu berdampak signifikan terhadap keekonomian pembangkit.

Sebagai informasi, saat ini PTBA menjadi IPP untuk PLTU Tanjung Enim berkapasitas 2 x 135 Megawatt (MW) yang memiliki potensi hingga 5 ribu MW.

"Setidaknya, ongkos pengangkutan batu bara ke PLTU mulut tambang lebih murah dibanding PLTU non-mulut tambang. Apalagi, biaya produksi listrik bisa lebih murah jika pakai batubara kalori rendah, sehingga ini tergantung dengan tambangnya sendiri. Jika demikian, otomatis tarif listrik juga bisa lebih murah," jelasnya.

Kendati demikian, ia masih menghitung apakah skema baru ini bisa diaplikasikan ke dalam proyek PLTU Sumsel 8, di mana revisi perjanjian jual beli listriknya (Power Purchase Agreement/PPA) akan dilakukan tidak lama lagi.

Pasalnya, ada kemungkinan nilai investasi PLTU Sumsel 8 meningkat selepas waktu operasionalnya (Commercial Operation Date/COD) mundur dari tahun 2019 ke tahun 2021. Jika nilai keekonomian berubah, maka tarif jual ke PLN pun bisa berubah.

"Makanya, ini sedang kami hitung. PLN kan minta mundurkan jadwal operasional agar bisa sejalan dengan proyek transmisinya, tentu saja di dalam mundurnya proyek itu ada aspek keekonomian yang berubah," pungkasnya.

Sebagai informasi, peraturan terbaru mengenai pembelian listrik dari PLTU tercantum di dalam pasal 5 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017. Selain mengatur soal tarif beli, peraturan ini juga mengatur tarif beli kelebihan tenaga listrik (excess power) dengan angka maksimal 90 persen dari BPP regional.

Menurut data PLN, saat ini kapasitas PLTU terpasang sebesar 28.090 Megawatt (MW). Angka ini mengambil 52 persen dari total kapasitas pembangkit sebesar 54.015 MW.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER