Sayangnya, aturan itu dianggap tidak lebih dari sekadar usaha mengkonvensionalkan transportasi
online. Meski telah dilakukan dua kali uji publik, peraturan ini masih menimbulkan kontroversi. Beberapa poin dalam aturan yang diteken Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi justru dianggap kontraproduktif dan semata-mata menguntungkan perusahaan transportasi konvensional.
Poin-poin tersebut di antaranya,
pertama, keharusan penggunaan nama perusahaan pada surat tanda nomor kendaraan (STNK) kendaraan yang dioperasikan. Poin ini tidak relevan dengan bisnis transportasi daring.
Dalam transportasi daring, perusahaan dalam hal ini
provider hanya berperan sebagai penghubung antara pemilik kendaraan dengan pengguna. Risiko kendaraan berikut perawatannya tetap berada pada pemilik kendaraan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Balik nama kendaraan kepada
provider tidaklah relevan karena konsep
ride sharing yang ditawarkan oleh bisnis ini, sesuai namanya berbagi tumpangan, hanya sekedar mempertemukan antara pemilik kendaraan sebagai pemberi tumpangan dengan pengguna layanan sebagai penumpang.
Kedua, terkait penerapan kuota kendaraan. Tampak jelas pada poin ini, pemerintah mempengaruhi pasar transportasi dari sisi penawaran. Alasannya untuk menjaga keseimbangan permintaan dan ketersediaan dari layanan transportasi daring dengan transportasi konvensional. Padahal, pasar sebenarnya akan jauh lebih efisien tanpa adanya pengaruh pada penawaran maupun permintaan.
Kebijakan pembatasan kuota ini, justru terlihat sebagai usaha pemerintah untuk mempertahankan “kelangkaan” transportasi. Dampak kelangkaan tersebut adalah harga yang relatif tinggi dibandingkan jika permintaan dan penawaran menemukan keseimbangannya sendiri tanpa intervensi.
Dari sisi tenaga kerja, pembatasan kuota akan berakibat pada terbatasnya jumlah tenaga kerja yang diserap. Konsumen tentunya dirugikan dengan kelangkaan ini terkait dengan waktu tunggu layanan yang pasti akan bertambah.
Ketiga, terkait penentuan harga atas-bawah yang diatur dengan peraturan daerah setempat. Transportasi daring diwajibkan menerapkan harga pada rentang yang sama dengan transportasi konvensional. Padahal jelas kedua jenis bisnis ini memiliki proses bisnis yang berbeda.
Perusahaan transportasi konvensional perlu membuat pangkalan, biaya perawatan, dan operasional kantor lainnya sehingga biaya-biaya tersebut nantinya ikut ditanggung oleh konsumen. Sebaliknya, layanan transportasi
online jauh lebih efisien karena konsumen tidak diperlukan biaya-biaya tambahan tersebut.