PPATK Izinkan Ditjen Pajak Bedah Data yang 'Dianggurin' KPK

CNN Indonesia
Jumat, 24 Mar 2017 11:52 WIB
Inpres Nomor 2 tahun 2017 memperbolehkan DJP mengendus potensi penerimaan pajak dari Wajib Pajak (WP) yang diperiksa transaksi keuangannya oleh PPATK.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin (tengah) menjelaskan Inpres Nomor 2 tahun 2017 memperbolehkan DJP mengendus potensi penerimaan pajak dari Wajib Pajak (WP) yang diperiksa transaksi keuangannya oleh PPATK. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mempersilakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memanfaatkan data yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian namun tidak ditindaklanjuti.

Kebijakan tersebut merupakan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2017, agar DJP bisa mengendus potensi penerimaan pajak dari Wajib Pajak (WP) yang diperiksa transaksi keuangannya oleh PPATK.

“PPATK akan menyerahkan laporan yang tidak ditindaklanjuti kepada Menteri Keuangan (Menkeu) untuk dianalisa sebagai potensi perpajakannya,” kata Badaruddin, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (24/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Kiagus, Inpres Nomor 2 mengizinkan pemanfaatan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PPATK yang telah diserahkan PPATK kepada penegak hukum namun tidak ditindaklanjuti untuk dimanfaatkan oleh Menkeu sebagai bendahara negara.

"Menkeu bisa memerintahkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak atau Dirjen Bea Cukai untuk menagih pajak kalau memang sesuai analisa mereka ada potensinya,” tambah Badaruddin.

Mantan Sekretaris Jenderal Kemenkeu menambahkan, ada beberapa faktor yang membuat penegak hukum tidak memanfaatkan separuh dari LHA dan LHP yang diberikan PPATK.

“Kadang ada persepsi berbeda, aparat memandang suatu hasil analisa untuk fakta hukum diperlukan berbagai tambahan bukti lain,” ungkap Badaruddin.

Faktor yang lain, terkadang penyidik tidak dapat meneruskan suatu kasus dugaan korupsi atau tindak pidana pencucian uang karena tidak ada bukti tambahan.

“Misalnya hanya ada transaksi dan bukti lain tidak ada. Karena itu ada baiknya kalau hasil analisa PPATK kurang, kami diajak duduk bersama dengan aparat hukum kekurangannya dimana? Jadi bisa ditambah,” katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER