Semarang, CNN Indonesia -- Bisnis jual beli mata uang asing (valas) di money changer semakin menggiurkan pasca diterapkannya aturan wajib transaksi menggunakan mata uang rupiah di dalam negeri oleh Bank Indonesia (BI).
Bank sentral mencatat, sepanjang 2016 total transaksi valas di 500 unit Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) atau money changer resmi mencapai Rp251 triliun. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingka tahun 2014 yang mencapai Rp205 triliun dan 2015 yang mencapaiRp243 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni V. Panggabean mengatakan, peningkatan tersebut tak lepas dari kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai diimplementasikan secara penuh pada 1 Juli 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peraturan tersebut ditujukan untuk menegakkan kedaulatan rupiah di NKRI dan sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro.
Ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 tersebut mengatur bahwa setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. Aturan ini mendorong para pengguna valas untuk menukarkan uangnya dalam bentuk valas ke rupiah di money changer.
"Itu keberhasilannya cukup signifikan. Sebelum wajib rupiah berlaku, kebutuhan valas untuk domestik di luar ekspor-impor bisa sekitar US$7 miliar per bulan, sekarang hanya US$2 miliar. Artinya turun 75 persen," ujar Eni di Semarang, Rabu (29/3).
Ia mengklaim, kebijakan tersebut disambut baik oleh para pelaku usaha maupun individu. Menurutnya saat ini sudah saatnya masyarakat Indonesia mengubah paradigma bertransaksi menggunakan valas lebih bergengsi ketimbang menggunakan rupiah.
"Sebagai WNI harusnya kita bisa menegakkan kredibiltas dengan menggunakan rupiah di dalam negeri," ujarnya.