Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewaspadai tingginya rasio kredit bermasalah (
non performing loan/NPL) yang dimiliki 22 bank nasional di awal tahun ini. Regulator industri keuangan tersebut menyatakan ke-22 bank tersebut memiliki rasio NPL lebih dari 5 persen secara
gross pada Januari 2017.
Untuk meredam risiko yang bisa terjadi, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon telah meminta seluruh bank tersebut untuk meningkatkan biaya pencadangan masing-masing.
Strategi tersebut diyakininya mampu menyusutkan rasio NPL ke-22 bank secara bertahap. Lagipula secara
nett, NPL 22 bank tersebut masih di bawah 5 persen,” kata Nelson, dikutip Kamis (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besaran rasio
nett tersebut menurutnya sudah sesuai dengan batasan yang diberikan OJK.
NPL
gross merupakan rasio kredit bermasalah yang dihitung dari total kredit sebelum dikrurangi nilai Penghapusan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP) bank. Sedangkan NPL
nett adalah rasio kredit bermasalah dari perhitungan total kredit yang sudah dikurangi PPAP.
Dominasi Bank BUKU IIMeski tidak menyebutkan secara pasti identitas bank nasional yang memiliki rasio NPL
gross lebih dari 5 persen, Nelson hanya mengatakan bahwa seluruhnya merupakan bank swasta.
Mengutip data OJK terkait kinerja industri perbankan saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, bank berkategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU II) paling banyak memiliki rapor NPL merah di atas 5 persen yakni 11 bank. Disusul bank kategori BUKU III sebanyak enam bank, dan bank BUKU I sebanyak lima bank.
“NPL membengkak karena masih lesunya ekonomi dalam negeri. Ke-22 bank tersebut sangat dipengaruhi penurunan kualitas kredit dari sektor industri pengolahan dan perdagangan besar,” katanya.
Selain meminta manajemen bank untuk meningkatkan dana pencadangan, OJK juga memberikan sejumlah instruksi lain untuk meredam rasio NPL yang tinggi.
Pertama, mengurangi ketergantungan terhadap debitur inti.
Kedua, bank harus menambah setoran modal untuk mengantisipasi penurunan kecukupan modal inti (
Capital Adequacy Ratio/CAR) karena buruknya kualitas kredit.
Ketiga, wajib melakukan uji tekanan (
stress test) tentang kecukupan modal dan rentabilitas bank setelah ditambahkannya biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
Keempat, meminta bank memperbaiki infrastruktur perkreditan.