Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menetapkan pembatasan margin bagi usaha niaga gas agar harga jual di pengguna akhir (
end user) menjadi lebih efisien. Rencananya, margin niaga gas akan ditetapkan sebesar 7 persen dari seluruh biaya operasional dalam menyambungkan gas dari hulu ke hilir.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, kebijakan itu rencananya akan dimasukkan di dalam Peraturan Menteri ESDM tentang Harga Gas Hilir. Pengaturan margin ini, lanjutnya, diperlukan untuk mengurangi jalur niaga gas (
trading) yang berlapis-lapis dari hulu ke
end user.
"Sekarang kan
trading bisa berlapis-lapis, nah nanti total margin dari hulu ke
end user itu 7 persen dari
trading. Misalnya,
trading gas itu ada 10 lapis, nanti 7 persen tinggal dibagi saja ke 10 jaringan niaga gas," tutur Wiratmaja ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengaturan margin usaha, lanjutnya, tidak akan optimal jika komponen ongkos (
fee) penyalurannya juga tidak diatur. Untuk itu, pemerintah juga akan mengatur dua komponen
fee niaga gas di dalam rencana beleid yang sama, yaitu tingkat pengembalian internal (
Internal Rate of Return/IRR) dan masa penyusutan (depresiasi) infrastruktur.
Rencananya, pemerintah akan membatasi IRR infrastruktur gas sebesar 11 persen dari rata-rata IRR saat ini sebesar 12 persen. Ini dimaksudkan agar
fee niaga gas tidak melonjak tajam gara-gara pelaku usaha menginginkan tingkat pengembalian yang tinggi.
"Misalnya, sekarang kan ada yang punya pipa hanya 700 meter tapi ambil
fee-nya hampir US$1 per MMBTU. Padahal kalau dihitung dengan IRR 11 persen, mungkin
fee-nya bisa di bawah US$1 per MMBTU," jelasnya.
Ciptakan KeadilanSementara itu, angka depresiasinya akan dibatasi maksimal sebesar 15 tahun, dari angka depresiasi sebelumnya yang berdasarkan kontrak penjualan gas. Ia beralasan, waktu depresiasi infrastruktur yang pendek membuat beban penyusutan usaha niaga gas menjadi besar per tahunnya. Terlebih, ujung-ujungnya biaya ini dibebankan ke
end user"Angka depresiasi ini kemarin tidak diatur, sehingga sesuai kontrak saja. Misalnya, kalau dapat kontrak lima tahun, maka depresiasinya jadi lima tahun juga. Akibatnya, biaya jadi mahal. Padahal, kalau gas di pipanya habis, kan besok-besok pipanya bisa dapat gas dari mana-mana," terangnya.
Di samping itu, ia yakin akan ada keadilan diantara pelaku usaha migas jika hal-hal ini diselesaikan. Pasalnya, saat ini usaha niaga gas yang punya infrastruktur sedikit mematok angka
fee niaga gas yang sama dengan pelaku usaha yang memiliki infrastruktur banyak.
Lebih lanjut, ia pun mengaku telah menghitung angka efisiensi harga gas jika aturan
midstream ini belaku. Sayangnya, ia belum mau membeberkan angkanya.
"Jadi akan kami tata, sehingga di
midstream dan hilir ada keadilan. Kalau ada yang punya infrastruktur banyak dan panjang, ya lebih besar
toll fee nya," jelasnya.