Menko Darmin Jengkel Pangkas Satu Aturan Malah Tumbuh Seribu

CNN Indonesia
Kamis, 06 Apr 2017 10:14 WIB
Sejumlah aturan perdagangan Indonesia juga dinilai melanggar perizinan impor dan komitmen internasional yang disepakati dengan negara lain.
Menko Darmin Nasution menyebut sejumlah aturan perdagangan Indonesia juga dinilai melanggar perizinan impor dan komitmen internasional yang disepakati dengan negara lain. (CNN Indonesia/Yuli Yanna Fauzie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku sulit membenahi tata niaga perdagangan di Indonesia. Pasalnya, meski telah memangkas sejumlah peraturan melalui deregulasi yang tertuang dalam belasan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE), sejumlah aturan baru justru bermunculan satu per satu.

"Pada tahun pertama deregulasi, peraturan tata niaga itu menurun. Namun, di tahun 2016, regulasi naik lagi, bahkan lebih tinggi dari sebelum pelaksanaan deregulasi," ungkap Darmin di kantornya, Rabu (5/4) malam.

Darmin menjelaskan, saat ini ada 23 regulasi di bidang tata niaga perdagangan yang tertuang dalam PKE, baik yang terkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Deregulasi PKE maupun yang sifatnya melengkapi PKE.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Regulasi-regulasi tersebut merupakan rujukan bagi ketentuan larangan terbatas (lartas) terkait pemberian izin ekspor dan impor bagi pelaku usaha dari berbagai sektor, yang diajukan ke masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L) terkait.

Dengan acuan 23 regulasi tersebut, seharusnya jumlah lartas berkurang di mana lartas yang tidak perlu sudah dihilangkan oleh pemerintah. Kendati demikian, yang terjadi justru sebaliknya, banyak lartas baru yang muncul dan kebanyakan berjenis rekomendasi dari tiap K/L serta tak sesuai dengan ketentuan deregulasi yang tertuang dalam PKE.

Sebagai contoh, lartas perdagangan impor yang diterbitkan oleh tiap K/L berupa syarat edar sebagai penjamin perlindungan terhadap konsumen, di mana pelaku usaha perlu memiliki surat pernyataan bahwa produk yang diperdagangkan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau surat keterangan lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Bentuk (perizinan) bisa bermacam-macam, ada yang rekomendasi. Kalau tidak ada, tidak jalan (usahanya)," imbuh Darmin.

Berdasarkan catatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, ada sebanyak 12 lartas baru di mana sembilan diantaranya tak sesuai dengan arahan PKE. Kemudian, ada juga 11 lartas yang tak masuk PKE di mana lima diantaranya bersifat terbatas atau restriktif.

Hal ini membuat jumlah lartas di Indonesia meningkat menjadi 51 persen dari sekitar 10.826 pos yang mengenakan tarif kepabeanan (Harmonized System/HS) dari sekitar 15 K/L. Peningkatan jumlah lartas ini membuat Indonesia kian banyak aturan dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara (Asean), yang pada umumnya hanya memiliki lartas sekitar 17 persen.

Aduan WTO

Selain suburnya pertumbuhan lartas yang tak sesuai dengan regulasi awal, pembenahan sektor tata niaga perdagangan kian 'ruwet' lantaran muncul setidaknya 18 kasus tata niaga yang dilaporkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Pasalnya, sejumlah tata niaga perdagangan Indonesia dinilai melanggar perizinan impor dan komitmen internasional yang disepakati dengan negara lain, misalnya dengan melanggar pengenaan batasan tarif yang seharusnya maksimal hanya sekitar 40 persen.

Untuk itu, Darmin memastikan bahwa dirinya akan segera tegas membenahi aturan main di bidang tata niaga dengan mengkaji kembali sejumlah regulasi tata niaga yang diterbitkan oleh 15 K/L, yakni dengan mengevaluasi kembali regulasi perizinan ekspor dan impor yang ada.

"Kami minta mereka untuk review lagi. Kalau ada (lartas) yang dipertahankan, alasannya apa? Kalau tidak cukup alasan, kami akan hapus," tegas Darmin.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER