Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menekankan pentingnya upaya pengendalian inflasi harga pangan bergejolak (
volatile food) untuk meredam dampak tekanan harga barang yang diatur pemerintah (
administered price), khususnya di bidang energi. Hal itu dilakukan demi menjaga inflasi agar sesuai target tahun 2017, 4 plus minus 1 persen.
"Kalau seandainya harga
volatile food itu terjaga, ada ruang untuk penyesuaian admnistered priece yang terkait dengan harga BBM atau LPG," tutur Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo usai menghadiri dalam rapat koordinasi BI dengan pemerintah di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (13/4) malam.
Sebagai catatan, per akhir Maret 2017, inflasi
volatile food ada di level 2,89 persen secara tahunan. Ditargetkan, hingga akhir tahun, inflasi
volatile food di bawah 4 hingga 5 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus mengungkapkan tingkat harga hingga saat ini masih dalam kondisi stabil. Namun, pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga BBM dan elpiji pada paruh kedua tahun ini.
"Pengumuman dari Kementerian ESDM Januari sampai Juni belum ada penyesuaian BBM dan LPG. Kami antisipasi di Semester II apakah kondisinya memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian," ujarnya.
Secara umum, BI mendukung upaya reformasi struktural yang dilakukan pemerintah, termasuk penyesuaian alokasi subsidi di bidang energi. Namun, Agus menekankan agar dampaknya terhadap inflasi tidak terlalu besar, sebaiknya pemerintah mengatur waktu kenaikan harga BBM dan elpiji yang tepat. Dalam hal ini, saat tingkat harga tidak mendapatkan tekanan.
"Kalau tanggal 20 Mei sudah mulai bulan puasa jadi kita mewaspadai. Kemarin ini ketika deflasi 0,02 persen sebetulnya itu adalah kesempatan yang baik tetapi kondisi tidak mengharuskan pemerintah untuk menaikkan di bulan Maret," jelasnya.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Dody Budi Waluyo menambahkan dari bank sentral akan mengambil langkah konvensional dalam menahan tekanan inflasi. Salah satunya, dengan menaikkan suku bunga acuan guna menahan ekspektasi kenaikan inflasi.
"Memerangi ekspektasi, kalau bicara di domainnya bank sentral biasanya menggunakan kebijakan konvensional yaitu suku bunga. Tapi kembali lagi ke dosis kenaikannya berapa persen," kata Dodi.
Menurut Dody, ekspektasi inflasi tidak dapat terhindarkan. Pasalnya, kenaikan harga BBM diyakini bakal berpengaruh pada kenaikan harga barang lain. Kemudian, akan berdampak pada tertekannya nilai tukar rupiah.
Secara terpisah, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan bahwa pemerintah tengah membuat kalkulasi dan simulasi inflasi apabila harga BBM dan LPG mengalami kenaikan. Untuk itu, Darmin juga akan melibatkan Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam pembahasan lanjutan upaya pengendalian inflasi tahun ini.
"Kami sedang membuat kalkulasi, analisa, seperti apa yang memang kombinasi yang optimum mengenai hal ini. Kami masih akan bicara dengan Menteri ESDM dan Menteri Perhubungan dan sebagainya," jelasnya.