ANALISIS

Ketika Saham Minyak Sawit Lunglai Dihantam Resolusi Eropa

CNN Indonesia
Senin, 17 Apr 2017 12:30 WIB
Resolusi Uni Eropa (UE) merekomendasikan pelarangan pemakaian biodiesel berbasis minyak kelapa sawit mentah (CPO) karena dinilai tak pro lingkungan.
Aktivitas perdagangan pelabuhan. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto)
Menanggapi polemik yang tengah terjadi, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengungkapkan, apa yang dikemukakan oleh parlemen UE ini otomatis akan didengar oleh komisi UE untuk menentukan kebijakan UE selanjutnya. Meski yang diajukan untuk dilarang oleh parlemen UE hanya biodisel berbahan CPO, tetapi jelas mengganggu pengusaha CPO.

"Suara parlemen akan didengar dan dipertimbangkan oleh komisi UE. Ini mengganggu, pendapatnya tidak benar," tegas Fadhil.

Namun sebenarnya, Fadhil mengklaim, mayoritas ekspor turunan sawit ke UE sendiri lebih banyak berupa produk makanan dan minuman (mamin). Menurutnya, rata-rata jumlah ekspor CPO ke UE sebanyak empat juta ton atau setara dengan 20 persen dari total ekspor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang pun ekspor biodisel berbasis sawit dari Indonesia dikenakan tarif anti dumping. Jadi praktis sudah tidak ada lagi ekspor biodisel berbasis sawit ke Eropa," jelas Fadhil.

Adapun, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengaku tidak khawatir dengan pendapat parlemen UE dan rekomendasi yang melarang biodisel berbahan sawit. Sejauh ini, jumlah ekspor CPO ke Eropa yang dilakukan Astra Agro sendiri terbilang kecil. Sehingga, hal itu tidak akan berpengaruh signifikan dengan penjualan perusahaan ke depannya.

"Kami akan cari pasar lain. Kami fokus di Asia saja, pasarnya memiliki pertumbuhan besar. Iran belum tersentuh, daya belinya lumayan," ucap Presiden Komisaris Astra Agro Widya Wiryawan, beberapa waktu lalu.

Hingga akhir tahun lalu, perusahaan masih fokus melakukan ekspor ke Filipina, China, India, dan Pakistan. Menurut Widya, apa yang dipermasalahkan oleh Parlemen Eropa sebenarnya hanya karena soal persaingan atau perang dagang semata.

"Itu perang dagang, karena sawit sendiri paling efisien diantara minyak nabati lainnya," imbuhnya.

Faktor Historis Lain

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER