Jakarta, CNN Indonesia -- Keunggulan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur (Cagub-Cawagub) DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam berbagai hasil hitung cepat lembaga survei, membuat netizen langsung menagih janji manis kampanye berupa fasilitas uang muka (
down payment/DP) rumah nol rupiah.
Namun begitu, Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai, janji manis itu akan sulit dibuktikan kepada masyarakat Jakarta. Pasalnya, ada empat hal yang menjegal terealisasinya program tersebut.
Pertama, belum apa-apa, program kampanye itu sudah terjegal oleh aturan dasar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI). Dalam peraturannya, BI menetapkan bahwa batas maksimal rasio pembiayaan untuk uang muka rumah (
Loan to Value/LTV) yang ditanggung oleh perbankan hanya sebesar 85 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, sekitar 15 persen sisanya harus ditanggung oleh nasabah perbankan yang mengajukan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam bentuk uang muka kepada perbankan.
Sekalipun ada pemberian DP 1 persen yang diterapkan pemerintah, itu hanya berlaku untuk rumah bersubsidi yang ditanggung oleh pemerintah dan itu hanya diberikan untuk jenis rumah susun.
"Ketentuan dari BI sudah jelas harus ada DP. Di Jakarta itu tidak bisa kalau bangun rumah subsidi selain rusun. Kalau mau rumah komersil, itu harus DP 10 persen sampai 20 persen," ujar Junaidi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (20/4).
Kedua, Anies-Sandi diminta untuk melihat kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Junaidi memberi gambaran, seandainya program rumah tanpa DP tak bisa dijalankan dan Anies-Sandi terpaksa menerapkan DP 10 persen, seperti yang lazim diberikan para pengembang, keduanya harus menghitung beban tersebut ke APBD.
"Misal harga rumah Rp350 juta, 10 persennya Rp35 juta per konsumen yang harus ditanggung Pemerintah Daerah. Apakah bisa pemerintah tanggung kekurangannya? Karena walaupun nanti diganti tapi tetap memberi beban sementara pada APBD," jelas Junaidi.
 Ilustrasi rumah tanpa DP. (Dok. Perumnas) |
Selain memberi beban kepada APBD, di saat yang bersamaan, jumlah APBD juga terbatas sejalan dengan terbatasnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
Ketiga, perhitungan tersebut diperkirakan akan membuat pihak perbankan juga berpikir dua kali untuk akhirnya mengalirkan KPR. Sekalipun ujungnya menggandeng perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hal ini tetap kurang bankable bagi perbankan.
Harga Lahan TinggiKeempat, terbatasnya lahan untuk perumahan di Ibukota DKI Jakarta. Belum lagi, harga lahan yang kian tak bersahabat. Menurut perhitungan Junaidi, saat ini harga lahan di Jakarta berada direntang Rp11 juta sampai Rp20 juta per meter persegi. Dengan harga pasaran lahan sebesar itu, bakal sulit membangun rumah untuk masyarakat tanpa DP.
"Dari sisi lahan, hanya mungkin bila pemda memiliki ketersediaan lahan sehingga perumahan yang dibangun murni berasal dari lahan pemda. Jadi, bukan dari hasil beli lahan atau pembebasan lahan," jelas Junaidi.
Dengan begitu, Apersi meminta Anies-Sandi untuk memikirkan kembali program pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat DKI Jakarta yang lebih realistis untuk dibuktikan.
Apersi bahkan mengimbau agar Anies-Sandi turut bersinergi dengan pemerintah pusat untuk penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Sebab, pemenuhan kebutuhan rumah merupakan program nasional Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun begitu, dari sisi semangat memenuhi kebutuhan masyarakat, Junaidi mengapresiasi pasangan yang diusung Partai Gerindra tersebut.
"Semangat Cagub-Cawagub ini perlu didukung, apapun caranya kalau untuk masyarakat Jakarta. Mungkin Anies-Sandi punya formula baru tapi untuk DP nol persen belum deh," imbuh Junaidi.