Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengingatkan manajemen PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) agar segera menerbitkan
roadmap transformasi bisnisnya. Hal tersebut sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Anggota DJSN Ahmad Ansyori menjelaskan, Taspen dan Asabri telah sering mendapat peringatan dari DJSN untuk segera membuat
roadmap tersebut. Pasalnya, UU BPJS menitahkan kedua perusahaan asuransi pelat merah untuk menyelesaikan
roadmap transformasi bisnis paling lambat tahun 2014 lalu.
Selain itu, UU BPJS juga mengamanatkan pemerintah membuat Peraturan Pemerintah yang memuat ketentuan tentang peralihan program SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dari Taspen dan Asabri kepada BPJS ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"UU SJSN maupun UU BPJS, tidak memerintahkan untuk melebur, hanya mengalihkan program yang sesuai dengan program SJSN,” kata Ansyori, dikutip Rabu (26/4).
Artinya Asabri dan Taspen, wajib mengalihkan program Tunjangan Hari Tua dan Pensiun, termasuk Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian kepada BPJS ketenagakerjaan.
Menurut Ansyori, dengan mengalihkan program SJSN yang saat ini masih dikelola Taspen dan Asabri, tidak otomatis membuat kedua badan usaha milik negara (BUMN) tersebut harus dilebur ke dalam BPJS Ketenagakerjaan.
“Taspen dan Asabri, masih bisa fokus menjalankan aktivitas usahanya dengan menjalankan program-program selain program SJSN tersebut, sesuai permintaan pemegang saham,” katanya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengkhawatirkan ada pembiaran dari pemerintah terkait belum diselesaikannya
roadmap transformasi Taspen dan Asabri.
Timboel menyebut pembiaran yang dilakukan pemerintah terkait pernyataan Taspen dan Asabri yang menolak mengalihkan program SJSN yang dikelolanya kepada BPJS Ketenagakerjaan erat kaitannya dengan dividen yang diterima negara dari dua perusahaan tersebut.
"Uang kelolaan dari Asabri dan Taspen bisa jadi dividen ke depan. Sementara kalau di BPJS Ketenagakerjaan dikembalikan kembali ke peserta," tegas Timboel, dikonfirmasi secara terpisah.
Padahal menurutnya jika pemerintah serius dalam membesarkan BPJS Ketenagakerjan, maka hal itu bisa membantu pembangunan.
Apalagi, kata Timboel, OJK juga sudah mengeluarkan regulasi yang mendorong Dana Pensiun dan lembaga jasa keuangan non-bank lainnya agar berinvestasi di instrumen jangka panjang, misalnya di Surat Berharga Negara (SBN).
Aturan tersebut tertuang dalam POJK Nomor 1 tahun 2016. Dalam beleid tersebut, dapen pemberi kerja (DPPK) wajib mengalokasikan 30 persen dari total investasinya ke instrumen SBN.
"Ini kan bisa membantu pemerintah juga dalam pembangunan infrstruktur," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Taspen Iqbal Latanro menegaskan bahwa perusahaannya tetap akan berdiri sebagai pengelola jaminan sosial bagi pejabat pemerintahan dan aparatur sipil negara (ASN).
Hal senada diungkapkan Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja yang menyebutkan bahwa jika ada pengalihan program jaminan sosial yang kini dikelola pihaknya ke BPJS Ketenagakerjaan, maka akan membuat pelayanan di BPJS Ketenagakerjaan menjadi kompleks.