Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap kepastian harga gas bagi proyek petrokimia bersama antara Ferrostaal GmbH dan PT Pupuk Indonesia (Persero) di Teluk Bintuni, Papua Barat sudah bisa menemui titik terang pada bulan Juni. Target dipasang di bulan Juni agar proyek petrokimia bisa beroperasi sesuai jadwal yaitu tahun 2021 mendatang.
Direktur Industri Kimia Dasar, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menuturkan, titik terang sudah terlihat setelah Genting Oil Kasuri Pte Ltd sepakat untuk mengalokasikan gas sebesar 170 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari blok Kasuri bagi proyek tersebut. Menurutnya, langkah ini ditempuh perusahaan asal Malaysia itu setelah sangsi masuk ke bisnis gas alam cair (
Liquefied Natural Gas/LNG) akibat harga LNG melandai.
Sementara itu, pemasok gas lainnya, British Petroleum (BP) Berau Ltd juga berjanji akan memberikan studi harga gas ideal pada bulan mendatang. Rencananya, BP akan memasok gas sebesar 90 MMSCFD, sesuai surat Plt. Kepala SKK Migas No. SRT-0839/SKKO0000/2014/S2yang kemudian diimplementasikan ke dalam dokumen persetujuan keputusan investasi final (
Final Investment Decision/FID) Tangguh Train III pada tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara waktu, nanti di bulan Juni kami akan memberi tenggat waktu soal masalah harga ini. Kemenperin sudah menawarkan ini melalui Surat Menteri. Tentu saja, harga gas yang dimaksud adalah gas yang berasal dari blok Kasuri maupun blok Tangguh," jelas Khayam di kantornya, Jumat (28/4).
Menurut Khayam, negosiasi harga gas dengan Genting Oil diperkirakan akan lebih mudah karena lokasi lapangan migas blok Kasuri berada di darat (
onshore). Sehingga, biaya pengembangannya seharusnya jauh lebih rendah dibandingkan produksi blok Tangguh yang dikelola secara offshore.
Selain itu, pemerintah meminta Genting Oil dan BP untuk memberlakukan skema harga formula bagi gas yang dialokasikan ke Teluk Bintuni. Meski demikian, pemerintah tetap memasang harga batas bawah (
floor price) sebesar US$3 per MMBTU.
"Di Surat Menteri sudah kami sampaikan harga batas bawah ini. Dan kami sudah rapatkan hal ini dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan Kementerian Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam rapat yang dihelat sebulan lalu," tambahnya.
Tetapi, karena pemasok gasnya menjadi dua, maka nilai investasi yang akan diemban Ferrostaal dan Pupuk Indonesia menjadi US$2,5 miliar. Padahal, sebelumnya investasi yang digelontorkan awalnya hanya US$1,5 miliar.
Meski demikian, lanjutnya, investasi ini perlu dikejar demi menghasilkan produk petrokimia berbasis metanol. Hingga akhir tahun 2016, kapasitas metanol domestik tercatat 990 ribu ton dengan utilisasi sebesar 50 persen.
"Jika nanti ada
excess, produksinya bisa dialokasikan bagi produksi
polyethylene," lanjut Khayam.
Sebelumnya, pemerintah berharap penetapan harga gas bagi Teluk Bintuni ini bisa keluar pada bulan Juni tahun lalu, seiring rampungnya studi bersama (
joint study) antara Pupuk Indonesia dan BP Berau yang dilakukan mulai 25 Juni 2015. Namun, karena harga pupuk tengah melemah, maka studi bersama tersebut belum mendapatkan hasil.