Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menunggu hasil uji materi (judicial review) landasan hukum pembentukan induk (
holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Mahkamah Agung (MA), yang sempat dilaporkan oleh Mahfud MD atas nama Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan beberapa pihak lainnya.
Adapun landasan hukum
holding BUMN tersebut berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Vincentius Sonny Loho mengatakan, hal ini dilakukan pemerintah karena tanpa PP, pembentukan
holding BUMN tak bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soalnya, kami tidak bisa menjamin MA menangkan siapa. Kalau diputuskan tidak ada yang dilanggar, ya jalan. Kalau MA bilang PP tidak sesuai, ya kami mesti revisi PP dulu," kata Sonny di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rabu (3/5).
Sementara itu, sambung Sonny, sebelumnya Kemenkeu telah memberikan jawaban dari pertanyaan yang dilayangkan MA untuk menguji PP
holding BUMN. Sonny berharap, dengan jawaban dari kementeriannya itu bisa membuat MA mempertimbangkan untuk meloloskan PP
holding.
"(pertanyaan terkait) yang bilang bahwa ini tidak lewat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), semua tidak pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Padahal dari dulu ya gitu," terang Sonny.
Dengan jawaban itu, Sonny berharap MA dapat segera memberikan keputusan berupa restu kepada
holding BUMN. Pasalnya,
holding BUMN memiliki manfaat yang sangat besar dari segi efisiensi dan jaringan permodalan yang memadai untuk para BUMN.
"Kalau jadi
holding, misalnya mencari kredit, lebih mudah. Kalau berdiri sendiri tidak sekuat kalau jadi satu," imbuh Sonny.
Sementara dari enam jenis
holding BUMN, Sonny mengatakan bahwa
holding sektor pertambangan menjadi yang paling siap untuk dibentuk oleh pemerintah. Dalam
holding ini, pemerintah akan mengawinkan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dengan tiga perusahaan lain. Yakni PT Bukit Asam (Persero), PT Timah (Persero), dan PT Aneka Tambang (Persero) atau Antam.
Setelah sektor pertambangan,
holding migas menjadi kedua yang tersiap, dengan PT Pertamina (Persero) yang menjadi induk
holding bersama dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) atau PGN.