Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan meninjau kembali neraca kebutuhan gas Indonesia pada 2019 mendatang. Pasalnya, hitung-hitungan terakhir pemerintah belum memperhitungkan penurunan kebutuhan gas setelah megaproyek 35 ribu Megawatt (MW) berpeluang tidak akan terealisasi sepenuhnya pada periode tersebut.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, instansinya tengah meninjau kembali proyeksi permintaan gas potensial dan memiliki komitmen penyerap (commited). Dengan menurunnya realisasi proyek 35 ribu MW, ada kemungkinan permintaan gasnya akan lebih kecil dibandingkan prediksi.
Menurut data Kementerian ESDM, perkiraan gas commited tercatat 2.289 MMSCFD. Sementara itu, permintaan gas potensial tercatat 1.436 MMSCFD, di mana sebanyak 1.135 MMSCFD atau 79,0 persennya digunakan untuk program ketenagalistrikan 35 ribu MW.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Permintaan gas commited dan potential ini akan kami review lagi sekarang. Karena kalau 35 ribu MW selesai semua kan disebutnya potential demand," ujarnya, Jumat (5/5).
Lebih lanjut ia menyebutkan, instansinya akan segera melakukan verifikasi permintaan gas yang pasti dari 35 ribu MW. Namun, dengan potensi pengurangan kebutuhan gas tersebut, ia masih belum tahu apakah Indonesia jadi mengimpor gas mulai pada 2019 mendatang. Di dalam neraca gas 2019 nanti, Kementerian ESDM memprediksi bahwa impor gas akan dilakukan dengan volume mencapai 1.672 MMSCFD. "Kami masih verifikasi dulu datanya," ungkapnya singkat.
Menurut PT PLN (Persero), realisasi megaproyek hanya akan mencapai 19.763 MW atau 55,47 persen dari target yang ditetapkan 35.627 MW. Angka ini sesuai dengan jumlah proyek yang memasuki masa kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) per akhir 2016 lalu, dengan asumsi masa pembangunan pembangkit tiga tahun.
Kendati demikian, realisasi yang lebih sedikit ini diperkirakan tidak akan mengganggu rasio elektrifikasi karena proyeksi pertumbuhan penjualan listrik juga diprediksi melemah dari perencanaan awal akibat perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi.
Menurut PLN, tadinya rata-rata pertumbuhan ekonomi dipasang 8,6 persen. Namun, melihat data di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017 hingga 2026, asumsi rata-rata pertumbuhan ekonomi dipatok 8,3 persen.
Hingga kuartal I, proyek pembangkit sebanyak 19.877 MW atau 55,79 persen dari total kapasitas proyek sebesar 35.627 MW telah memasuki proses perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA). Dari angka tersebut, sebanyak 10.442 MW atau 29 persen dari rencana kapasitas pembangkit sedang dalam masa konstruksi.
Sementara itu, realisasi pembangkit yang telah beroperasi (Commercial Operating Date/COD) dari proyek ini baru mencapai 639 MW atau 1,79 persen dari total rencana 35 ribu MW.