TOP TALKS

Mencoba Tetap Eksis Ditengah Gempuran JKN

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 15 Mei 2017 11:00 WIB
Kehadiran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memukul kinerja industri asuransi kesehatan. Bagaimana strategi Mandiri Inhealth untuk membukukan kinerja positif?
Mandiri Inhealth mencatatkan pertumbuhan premi pada kuartal pertama tahun ini mencapai 40,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp453 miliar. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Laju pertumbuhan premi asuransi kesehatan di industri asuransi masih tertekan oleh kehadiran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Berdasarkan data Asosisi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), premi asuransi kesehatan tahun 2016 hanya mampu tumbuh 1,5 persen dari Rp 4,17 triliun pada 2015 menjadi Rp4,23 triliun. Hal ini disebabkan banyaknya masyarakat yang selama ini menggunakan fasilitas asuransi kesehatan komersial beralih pada pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Sebagai salah satu pemain di bisnis tersebut, PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Inhealth) tentunya tak terlepas dari dampak yang ditimbulkan oleh program JKN. Inhealth sendiri telah memulai perjalanan bisnis di bidang penyedia program jaminan kesehatan komersial sebagai unit bisnis dari PT Askes (Persero) sejak tahun 1992.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, sejalan dengan teransformasi Askes menjadi BPJS Kesehatan, Inhealth kemudian diakuisisi oleh tiga BUMN lainnya. Saat ini, PT Bank Mandiri Tbk tercatat sebagai pemegang saham mayoritas, sedangkan PT Kimia Farma Tbk dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) menjadi pemegang saham minoritas.

Tak ingin bisnisnya tergerus oleh JKN, perusahaan yang kini memiliki brand Mandiri Inhealth pun memilih untuk menciptakan sinergi dengan program pemerintah tersebut. Bagaimana strateginya? Berikut wawancara CNNIndonesia.com dengan CEO Mandiri Inhealth Iwan Pasila.

Bagaimana kondisi bisnis Mandiri Inhealth sejak kehadiran program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)?

Kami memang portfolio bisnis utamanya adalah di asuransi kesehatan, karena kami adalah transformasi dari Askes. Sejalan dengan portfolio bisnis asuransi kesehatan (managed care), memang bisnis ini bisa dibilang sama persis sistemnya yang dipakai oleh BPJS Kesehatan. Di managed care ini kami mencoba menata pola layanan kesehatan menjadi lebih efisien. Jadi setiap orang sakit, tidak langsung ke rumah sakit, bisa ke dokter keluarga dulu. Ketika memang dibutuhkan, baru mereka dirujuk ke rumah sakit.

Namun, yang membedakan kami dengan JKN adalah kami tidak ada batasan biaya, sepanjang ada indikasi medis berapa pun biayanya pasti akan kami cover.

Kami melihat ke depan, untuk mengefisiensikan biaya kesehatan adalah dengan cara itu (bekerjasama dengan JKN). Kami melihat skema JKN yang dikelola BPJS Kesehatan adalah satu-satunya harapan untuk bisa mengelola biaya kesehatan.Namun memang sekarang pemanfaatan JKN ini tidak seimbang antara supply dan demand-nya.

Saat ini kami sendiri sudah cover 1,2 juta jiwa. Menurut saya JKN itu mempengaruhi pasar, mengubah peta pasar. Kalau tadinya pola pemanfaatan itu tidak diatur dan ditata, saat ini perusahaan asuransi lain harus memutuskan ikut program ini atau tidak ikut.

Apakah Mandiri Inhealth tertarik berkolaborasi dengan JKN-KIS ?

Sebenarnya sejak tahun lalu kita sudah ikut melalui skema koordinasi manfaat atau coordination of benefit (CoB) dengan BPJS Kesehatan. Itu sudah jalan.

Inhealth sebelum diakuisisi Bank Mandiri didominasi oleh segmen managed care. Bagaimana posisi segmen bisnis managed care hingga saat ini?

Per Maret 2017, posisi angkanya lebih dari 80 persen kontribusi, masih dari managed care, di indemnity sekitar 10 persen. Namun, memang waktu Maret itu kami belum re-new (memperbarui) dengan Bank Mandiri, kalau sudah masuk sebagai perusahaan BUMN terbesar harusnya kita perkirakan 70 persen managed care, 15 persen di indemnity. Sisanya itu yang non kesehatan.

Produk apa saja yang dimiliki selain managed care?

Dalam rangkaian produk asuransi kesehatan, kami memiliki Inhealth Managed Care dan Inhealth Indemnity, serta sinergi dengan BPJS Kesehatan melalui skema Coordination of Benefit (CoB). Untuk kebutuhan asuransi jiwa, kami menyediakan pilihan produk Inhealth Group Term Life, Inhealth Group Personal Accident, Inhealth Endowment, Inhealth Credit Life, dan Inhealth Riders.

Produk apa yang akan digenjot pertumbuhannya tahun ini?

Kami tetap akan fokus di managed care dan indemnitiy, karena ini dua fokus kami. Yang managed care kami sudah kembangkan, kami juga ingin yang produk indemnitiy ikut CoB juga tahun ini. Managed care hingga Maret premi kami sudah Rp453 miliar, tumbuh 45 persen lebih dibanding tahun lalu.

Siapa saja sasaran pasar Mandiri Inhealth?

Sebagian besar adalah korporat menengah ke atas, yang kecil juga ada. Tapi kita juga lihat kalau perusahaan itu cukup dengan BPJS Kesehatan, maka kami coba tangkap yang level manajer ke atas. Hingga saat ini Mandiri Inhealth telah melayani kebutuhan lebih dari 1.300 institusi, mulai dari perusahaan swasta, BUMN, dan juga lembaga pemerintahan.

Induk usaha, Jasindo sendiri dan Axa Mandiri yang juga milik induk usaha, Bank Mandiri mempunyai segmen korporasi dan ritel. Bagaimana strateginya agar tidak bentrok di pasar?

Kalau Bank Mandiri, asuransi AXA Mandiri lebih ke arah perorangan untuk asuransi jiwa, portfolionya juga untuk korporasi tidak begitu besar. Untuk di lapangan, kami berusaha untuk jangan saling bertemu. Secara periodik, kami juga melakukan pertemuan informal untuk membicarakan bisnis.

Kalau dengan Jasindo, memang mereka punya portfolio asuransi kesehatan. Mereka juga punya rencana, dan kerap bertemu di pasar. Tapi tidak sampai berantem. Kalaupun bertemu, ya kami serahkan kepada badan usaha saja, mana yang lebih dipilih.

Saat ini, berapa market share Mandiri Inhealth? Bagaimana upaya bapak meningkatkan penetrasi pasar, terutama di segmen ritel?

Per Desember tahun lalu, kalau digabungkan dengan asuransi umum, pangsa pasar kami itu 12 persen. Target jangka panjang mungkin bisa mencapai 20 persen.

Apa yang ingin dicapai Mandiri Inhealth dalam waktu dekat dan menengah?

Pemegang saham minta kami untuk fokus garap di bidang asuransi kesehatan, sekarang ini kami lagi fokus untuk bagaimana CoB yang baru ini berjalan dengan lancar, kalau sudah lancar dalam tahun 2018 ini seharusnya kita sudah siap untuk jual produk individu. Karena banyak orang yang mencari produk asuransi kesehatan individu yang bisa sinkron dengan BPJS Kesehatan. Itu rencana kami.

Berapa target premi Mandiri Inhealth di 2017 dan target pertumbuhannya dibanding 2016?

Pertumbuhan premi kami kemarin akhir kuartal I cukup bagus, sekitar 40,5 persen dari Rp322 miliar menjadi Rp453 miliar. Untuk target kami tidak bisa sebut banyak.

Bagaimana Anda melihat kondisi ekonomi saat ini, apakah mendukung bisnis asuransi kesehatan Mandiri Inhealth?

Kami melihat di paruh awal tahun ini, masih belum baik. Kenapa? Karena kami ini menjual asuransi kesehatan kepada perusahaan, dan perusahaan pasti berhitung. Kalau kondisi keuangan belum membaik, pasti mereka sulit untuk membayar premi. Maka kami coba pilih-pilih perusahaan yang kami anggap punya kemampuan membayar premi lebih bagus.

Jadi kami agak berhati-hati di kuartal pertama. Di semester dua, kami juga tetap hati-hati terutama karena sentimen di Asia yang agak melambat. Dari sisi kami, fokusnya adalah bagaimana bisa menjual produk yang sesuai dengan kondisi, tetapi tetap ada nilai profitabilitasnya.

Saat ini bagaimana posisi investasi Mandiri Inhealth?

Sebagian kami investasikan di deposito dan obligasi. Deposito lebih dari 50 persen, sisanya obligasi terutama Surat Utang Negara (SUN), yang saat ini sudah mencapai 21 persen.

Bagaimana dengan aturan kewajiban pemenuhan investasi SUN sebesar 30 persen tahun ini? Apakah bisa tercapai?

Sebenarnya agak berat. Kami sedang konsultasikan dengan regulator, karena portfolio likuiditas kami bukan jangka panjang. Sebagai perusahaan asuransi kesehatan, kami punya kewajiban jangka pendek yang harus dipenuhi sewaktu-waktu. Berbeda dengan asuransi jiwa yang kewajibannya bisa sampai 10 hingga 20 tahun. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER