Jakarta, CNN Indonesia -- Penerapan bagi hasil produksi dengan skema
gross split dinilai cuma menguntungkan pemerintah dan tidak memberikan keadilan bagi kontraktor. Bahkan, investor sangsi nilai keekonomian lapangan migasnya dengan bagi hasil (split) dasar yang tertuang di Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 akan sama dengan rezim bagi hasil dengan skema
cost recovery.
Pengamat Energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, secara kasat mata, memang bagi hasil dasar bagi kontraktor dalam skema
gross split sebesar 43 persen bagi produksi minyak dan 48 persen bagi gas dianggap lebih baik dibanding
cost recovery yang hanya 15 persen untuk minyak dan sebesar 30 persen untuk gas.
Namun, sebetulnya, skema
gross split malah memberatkan investor. Menurutnya, dengan menggunakan
cost recovery, bagian produksi yang tersisa untuk dijual (
equity to be split) kontraktor bisa mencapai 50 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda kalau menggunakan
gross split, bagi hasil kontraktor bisa lebih kecil dari 50 persen. Hal ini dikarenakan split kontraktor masih perlu dideduksi Pajak Penghasilan (PPh) migas, serta biaya produksinya.
"Makanya, tak heran banyak pelaku usaha yang memprotes implementasi
gross split ini karena sifatnya tidak
win-win investment. Kalau
cost recovery kan sifatnya hanya pemerintah yang
win (menang)," ujarnya, Selasa (16/5).
Menurutnya, saat ini, pemerintah masih melihat
gross split dari kacamata penerimaan negara semata. Ia beralasan, saat ini
based split bagian pemerintah di dalam
gross split sebesar 57 persen dianggap tidak sesuai dengan implementasi di negara-negara lain yang di bawah 30 persen.
Jika
based split dibuat 30 persen, Pri yakin,
equity to be split milik kontraktor bisa sama seperti
cost recovery. Makanya, ia berharap, pemerintah mau mengubah ketentuan
based split dari 57 persen ke rentang 30 hingga 35 persen berdasarkan negosiasi.
"Bisnis ini fleksibel saja, jangan dibuat kaku. Bisnis ini kan dasarnya negosiasi. Menurut saya, biarkan saja
based split dibuat dalam rentang 30 hingga 35 dan angka tetapnya dibuat negosiasi saja. Jangan dibuat tetap 57 persen atau 52 persen," terang Pri.
Selain masalah
based split, ia menyayangkan sikap pemerintah yang memberlakukan bagi hasil produksi secara setengah-setengah. Buktinya, meski sudah berbentuk
gross split, pemerintah masih tak mau menanggalkan ketentuan yang sedianya terdapat dalam skema
cost recovery.
Salah satu contoh, pemilikan aset milik negara sesuai pasal 21 Permen Gross Split. Di dalam produksi bagi hasil berskema
gross split, pemilikan aset milik negara boleh dilakukan karena asetnya dibayar pemerintah melalui pemulihan biaya (cost recovery).
Padahal, sejatinya, dalam produksi bagi hasil berskema
gross split, kepemilikan aset seharusnya ada di tangan kontraktor. Apalagi, biaya investasi asetnya tidak diganti pemerintah.
"Pemerintah tentunya harus konsisten. Kalau mau gunakan
gross split, jangan gunakan apparatus PSC (produksi bagi hasil). Bebaskan pengadaan sendiri, nanti itu akan berpengaruh ke implikasi keekonomian mereka. Contoh, kepemilikan aset milik negara itu tidak sinkron dengan konsep
gross split," jelas Pri.
Di samping itu, lapangan-lapangan baru masih membutuhkan sistem
cost recovery agar keekonomian lapangannya semakin baik. Pemerintah diharapkan tidak memaksakan konsep PSC
gross split untuk semua lapangan.
"
Gross split ini cocoknya di lapangan yang sudah
mature (matang), berproduksi, dan sudah
terminate semua risiko. Kalau risikonya masih tinggi, lebih baik gunakan
cost recovery," imbuhnya.
Sebagai informasi, pemerintah mengubah rezim PSC
cost recovery menjadi
gross split. Gross split merupakan skema bagi hasil produksi migas berdasarkan prinsip gross tanpa pemulihan biaya operasi.
Sistem ini berbeda dengan
cost recovery, di mana split antara pemerintah dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akan dilakukan setelah produksi bruto dikurangi produksi tertentu dari sebuah blok migas (First Tranche Petroleum/FTP) dan pemulihan biaya produksi migas yang dikeluarkan KKKS (cost recovery).