Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menyatakan kemungkinan kontrak bagi hasil produksi (Production sharing Contract/PSC) baru bagi enam blok migas terminasi yang pengelolaannya ditugaskan ke PHE masih belum terealisasi dalam waktu dekat.
Pasalnya, perusahaan masih belum bisa menilai aspek keekonomian seluruh blok terminasi tersebut karena seluruh PSC baru ini akan berganti dari PSC Cost Recovery menjadi Gross Split.
Presiden Direktur PHE Gunung Sardjono Hadi mengatakan, perusahaan pun masih menilai efektivitas pelaksanaan PSC Gross Split di blok Offshore North West Java (ONWJ).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, hingga saat ini, PHE juga belum memastikan dampak implementasi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2017 terhadap keekonomian blok migas yang berlokasi di laut Jawa tersebut.
Menurut Permen ESDM Nomro 26 Tahun 2017, investasi yang belum dipulihkan pemerintah ketika rezim PSC masih berbentuk
cost recovery (
unrecovered cost) akan diperhitungkan ke dalam bagi hasil (
split) bagian kontraktor jika kontraktor melanjutkan kontraknya dalam skema PSC Gross Split.
Namun, empat bulan sejak PSC baru diteken perusahaan, belum ada kejelasan mengenai besaran tambahan
split yang akan didapat perusahaan setelah mengklaim
unrecovered cost ke pemerintah.
"Di dalam Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2017, di situ diatur mengenai pengembalian investasi, itu kan sampe sekarang belum bisa kami eksekusi. Namun, sesuai arahan Wakil Menteri ESDM, bahwa permasalahan terkait keekonomian di blok ONWJ diselesaikan terlebih dulu baru dibikin pola. Pola-pola ini yang akan kami copy paste untuk blok-blok lain," ujar Gunung di sela-sela Indonesian Petroleum Association (IPA) Convx 2017, Rabu (17/5).
Maka dari itu, lanjutnya, efektivitas PSC Gross Split ini mungkin baru akan terlihat pada akhir tahun mendatang. Sehingga, PSC baru blok-blok migas ini pun dipertimbangkan untuk ditandatangani setelah periode tersebut.
Padahal menurutnya, pemerintah pada awalnya menginginkan agar seluruh penandatanganan PSC bagi enam blok ini dilakukan pada pertengahan tahun.
Meski begitu, ia berharap seluruh penandatanganan enam PSC baru ini seluruhnya bisa dilakukan sebelum periode PSC lama bagi masing-masing blok berakhir.
"Maunya pemerintah kan PSC ini bisa ditandatangan sesegera mungkin. Harapannya pada saat belum selesai (masa PSC lamanya), penandatanganan ini sudah selesai. Memang harapannya kan mau di tandatangan pas tengah tahun ini, tapi kan belum siap," paparnya.
Meski demikian, ia berharap proses persiapan beberapa PSC baru ini tidak terlampau lama karena perusahaan akan mengacu pada penanganan blok ONWJ. Kalau pun perusahaan harus menanggung
unrecovered cost seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2017, PHE mengaku sudah memiliki perhitungan dengan pasti.
"Kalau untuk
cost ke depannya sudah ada gambaran. Tapi tetap, dihitung keekonomiannya karena saat ini kami sedang
concern sekali terhadap
cost," pungkasnya.
Sesuai penugasan pemerintah, PHE diharapkan bisa mengelola blok North Sumatera Offshore (NSO), Joint Operating Body (JOB) Ogan Komering dan JOB Tuban, blok Tengah, blok Attaka, dan blok South East Sumatera setelah blok tersebut diterminasi kontraknya pada akhir tahun lalu.
Di antara seluruh blok tersebut, masa PSC lama yang kedaluwarsanya paling cepat adalah blok Attaka yaitu 31 Desember 2017 mendatang. Sementara itu, kontrak yang kadaluwarsa paling lama adalah blok Tengah yaitu 16 Oktober 2018.