Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga pemeringkat internasional, S&P Global Ratings mengerek peringkat utang luar negeri jangka panjang Indonesia menjadi 'BBB-' dari 'BB+' atau layak investasi.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro menilai, momen tersebut bisa dimanfaatkan Indonesia untuk mencari dana segar dari pasar uang internasional lebih banyak dan agresif melalui penerbitan surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN).
Mantan Menteri Keuangan itu mengatakan, selama ini banyak investor asing yang hanya mau membeli surat utang dari negara yang telah mendapatkan rating 'Layak Investasi' (
Investment Grade) dari tiga lembaga pemeringkat utang kredibel yaitu Standard and Poor's (S&P), Moody's, dan Fitch.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu itu banyak lembaga-lembaga yang punya uang, hanya mau membeli surat berharga kalo dari 3 rating itu sudah
investment grade semua. Kalau saya lihat selama ini, kita sebelumnya hanya dapat dua dari tiga,
cost-nya saja sudah setara dengan
investment grade," ujar Bambang, Senin (22/5).
S&P menjadi lembaga pemeringkat yang telat memberikan peringkat layak investasi bagi Indonesia. Terakhir, S&P memberikan rating BB+ atau positif bagi Indonesia pada 21 Mei 2015 lalu.
Sementara itu, Fitch telah memberikan rating BBB- atau
investment grade kepada Indonesia pada 21 Desember 2016. Sedangkan Moody's memberikan rating Baa3 atau
investment grade untuk Indonesia pada 8 Februari 2017.
Bambang menjelaskan, lantaran telah mengantongi tiga cap
investment grade, pemerintah Indonesia bisa menawarkan surat berharga dengan imbal hasil yang lebih rendah. Harga yang lebih rendah tersebut diyakini mampu mengurangi beban pemerintah dalam membayar bunga imbal hasil lebih murah kepada investor.
Menilik data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), per kuartal I tahun 2017 total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp3.649,75 triliun.
Adapun total pembayaran cicilan utang pemerintah pada Januari-Maret 2017 adalah Rp152,678 triliun, atau 29,67 persen dari pagu, atau yang dialokasikan pada APBN.
Pembayaran pokok utang pada periode itu mencapai Rp 87,543 triliun, terdiri dari pokok pinjaman Rp 9,424 triliun atau 14,26 persen dari pagu APBN. Kemudian pembayaran pokok SBN Rp 78,118 triliun atau 34,38 persen dari pagu APBN.
Sementara untuk pembayaran bunga utang, pada periode itu adalah Rp 65,136 triliun atau 29,45 persen dari pagu APBN.
Pembayaran bunga pinjaman sepanjang periode itu adalah Rp 2.969 miliar (18,41 persen dari pagu APBN). Sementara untuk SBN, bunga yang dibayar tercatat Rp 62,167 triliun (30,32 persen dari pagu APBN).
"Jadi harapannya dengan S&P sudah investment grade, cost of fund (biaya dana) nya akan lebih turun lagi, jadi ini bisa membuat surat utang kita lebih kompetitif dan yang paling penting
cost of fund-nya turun," pungkasnya.