Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank OCBC NISP Tbk mulai menggarap layanan
private banking bagi nasabah yang memiliki kekayaan diatas US$1 juta. Bank tersebut pun menargetkan dapat menjaring 100 nasabah kaya dengan dana kelolaan diatas US$100 juta hingga akhir tahun ini.
Produk tersebut dibuat antara lain guna menangkap peluang untuk mengelola dana repatriasi yang nilainya diperkirakan akan mencapai diatas Rp147 triliun. Sesuai undang-undang, dana tersebut juga wajib ditempatkan di Indonesia minimal tiga tahun.
Direktur Utama PT OCBC-NISP Parwati Surjaudaja mengungkapkan, layanan tersebut dibutuhkan untuk menjaga agar investor betah menempatkan dananya di Indonesia. Pasalnya, nasabah pemilik dana yang terbiasa menaruh dananya di luar tidak hanya akan puas dengan produk tradisional
(plain vanilla) yang ada saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui layanan
private banking, menurut dia, nasabah memiliki keleluasaan dalam memilih investasi yang sesuai dengan risiko yang diinginkan, di tengah tren turunnya bunga deposito. Adapun setiap nasabah
private banking memiliki
private bankers sebagai kontak tunggal dalam memberikan solusi kebutuhan nasabah yang terintegrasi, baik layanan portofolio maupun wealth management.
"Seperti investasi yang dapat disesuaikan dengan
risk profile nasabah, layanan beragam dalam pengalokasian aset, tinjauan teratur terhadap aset nasabah, dan akses langsung kepada
independent research yang terpercaya," tutur Parwati dalam peluncuran layanan
private banking Bank OCBC-NISP di Gedung OCBC-NISP Tower, Senin (22/5).
Potensi nasabah
private banking di Indonesia juga diperkuat dengan dinaikkannya kredit rating Indonesia ke kategori layak investasi dari BB+ menjadi BBB- oleh lembaga pemeringkat Standard & Poor's beberapa waktu lalu. Kenaikan peringkat tersebut membuka peluang bagi investor untuk semakin banyak berinvestasi di Indonesia sehingga memperkuat nilai tukar dan menurunkan biaya dana di Indonesia.
Kendati memiliki potensi yang besar, pihaknya tidak memasang target yang terlalu agresif pada layanan tersebut. Tahun ini, pihaknya menargetkan dapat menjaring 100 nasabah kaya dengan kontribusi terhadap dana pihak ketiga (DPK) yang masih berada dibawah 5 persen.
Adapun pada tahun ini, perseroan menargetkan DPK dapat tumbuh 10 persen hingga 15 persen menjadi sekitar Rp114 triliun hingga Rp120 triliun. Tahun lalu, DPK perseroan tercatat sebesar Rp104 triliun.
Ke depan, Parwati berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melanjutkan upaya untuk memperdalam industri keuangan. Salah satunya, dengan mengatur jenis instrumen investasi di Indonesia yang lebih beragam. Dengan demikian, berbagai instrumen investasi keuangan bisa berkembang, tanpa melanggar ketentuan.
Pengamat perbankan, Bhima Yudhistira mengungkapkan layanan private banking merupakan bentuk diversifikasi layanan perbankan yang potensial seiring dengan meningkatkan jumlah orang kaya di Indonesia. Melalui
private banking, bank bisa mengarahkan nasabah untuk menginvestasikan dananya di berbagai instrumen turunan perbankan, tidak hanya dalam bentuk deposito.
"Untuk kondisi Indonesia, dengan demografi kelas menengah yang terus naik dan jumlah orang kaya juga cukup besar, (private banking) ini saya rasa cukup bagus," ujarnya.
Selain itu, keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan juga mengurangi insentif orang Indonesia untuk menyembunyikan hartanya. Pasalnya, informasi keuangan nasabah bisa secara otomatis dipertukarkan antara negara.
"Artinya, jika (nasabah) ingin menghindar ke Singapura juga tidak menguntungkan lagi sekarang," ujarnya.
Kemudian, fundamental perekonomian Indonesia juga dalam kondisi baik. Hal itu diperkuat dengan kenaikan peringkat S&P.
Guna menjaga keberlangsungan bisnis
private banking, Bhima menyarankan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif kepada nasabah. Misalnya, dengan menggandeng kelompok-kelompok orang kelas atas di daerah. Tak hanya itu, Indonesia juga perlu menyediakan instrumen keuangan yang lebih beragam agar tidak kalah dengan instrumen yang ditawarkan oleh negara lain.
Mengutip data Wealth Wolrd Report 2016, populasi orang super kaya di Indonesia tumbuh 2,5 persen menjadi 48 ribu pada 2015. Sementara, nilai kekayaannya tumbuh tiga persen menjadi US$161 miliar.