Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewacanakan pembubaran Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dalam draf revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 soal Minyak dan Gas Bumi. Dalam pasal 93 draf revisi UU Migas, BPH Migas dinyatakan bubar serta fungsi dan tugasnya dilaksanakan oleh menteri.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengaku, telah membaca draf revisi UU Migas itu dan bersikeras menyatakan bahwa pembentukan BPH Migas tidak bertentangan dengan konstitusi. Hal ini tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 Tahun 2012.
Sesuai amar putusan MK, BPH Migas hanya menjamin distribusi dan ketersediaan migas dan terselenggaranya kegiatan usaha hilir melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, aktivitas BPH Migas tidak berpengaruh terhadap penguasaan negara atas sumber daya alam. Secara konstitusi, Fanshurullah mengungkapkan, regulator hilir migas memang diperlukan.
"Mengacu putusan MK, BPH Migas tidak boleh dibubarkan, karena sudah sesuai dengan konstitusi. Kalau di atas MK, apalagi kekuatan hukum yang lebih kuat? Bagaimana bentuknya, regulator hulu migas harus tetap ada," ujarnya, kepada CNNIndonesia.com, kemarin.
Fanshurullah mengklaim, usulannya ini sudah disampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII DPR sebagai pertimbangan. Prinsipnya, apabila BPH Migas dibubarkan, diharapkan lahir badan regulator baru dengan tugas sejenis.
Menurutnya, saat ini, justru penguatan kewenangan BPH Migas sangat diperlukan untuk mengejar efisiensi di hilir migas. Ambil contoh, sektor niaga gas, dimana perhitungan ongkos angkutnya (toll fee) dinilai berlebihan.
Diharapkan, BPH Migas bisa terlibat dalam disain dasar (basic design) jaringan gas yang akan dibangun investor, sehingga bisa mengidentifikasi belanja modal yang bisa dihemat. Selama ini, BPH Migas mengaku tak pernah diberi wewenang untuk ikut dalam perencanaan investasi hilir gas.
"Dulu kan BPH Migas tidak terlibat dari awal. Makanya, ada kesepakatan di badan usaha agar kami bisa terlibat basic design. Kalau bisa value engineering dan diakhiri dengan efisiensi capex," imbuh Fanshurullah.
Berkaca dari alasan tersebut, ia berharap, BPH Migas tidak dibubarkan. Apalagi, praktik umum (common practice) penyelenggaran usaha hilir migas di negara lain juga meliputi tiga pilar, yaitu pemerintah, regulator, dan badan usaha.
Selain itu, ia menganggap, pembahasan pembubaran ini masih cukup panjang karena harus melalui serangkaian proses di DPR.
"Dari Komisi VII lalu ke Badan Legislatif. Setelah itu kan ke Badan Musyawarah. Nanti, akan ada bahasannya dengan pemerintah, tetapi kami optimistis (tidak akan bubar) karena kami sudah komunikasikan mengenai penguatan BPH Migas," terang dia.
Berdasarkan salinan draf yang diterima CNNIndonesia.com, wewenang BPH Migas nanti akan dialihkan ke Menteri ESDM. Sekadar informasi, pembentukan BPH Migas mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 2002, di mana tugasnya kemudian dipertegas di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004. Ini merupakan tindak lanjut dari pasal 46 UU Nomor Migas.