Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mempertanyakan proses pengadaan proyek pembangkit PT PLN (Persero) yang dianggap tidak membuka kompetisi yang luas. PLN disebut-sebut menghalangi beberapa badan usaha ketika membuka lelang pengadaan proyek.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Demokrat Muhammad Natsir mengatakan, temuan itu diperoleh dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melakukan audiensi ke komisi VII baru-baru ini.
Menurut laporan tersebut, BPK menemukan bahwa PLN lebih condong memilih pengadaan lokal, meski ada potensi efisiensi dari penyedia luar negeri. Implikasinya, ada potensi pengadaan barang dan jasa lebih mahal sebesar Rp4 triliun akibat sikap ‘pilih kasih’ PLN ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melihat, ditunjuknya pengadaan lokal oleh PLN, meski ada pihak lain yang berminat, memiliki potensi yang mengkhawatirkan. Ada permainan di kartel tersebut. Karena banyak negara-negara lain yang mau ikut (lelang), tetapi dibatasi dengan alasan program barang lokal," ujar Natsir di Gedung DPR, Rabu (31/5).
Masih merujuk laporan yang sama, beberapa pengadaan yang ditunjuk secara sepihak itu, antara lain trafo, kabel, hingga besi. Sayangnya, Natsir enggan membeberkan nama-nama proyek yang terindikasi memiliki masalah pengadaan tersebut.
Ia berharap, PLN bisa menjelaskan alasan pemilihan pengadaan barang lokal. "Kalau memang pengadaan lokal, apa barometer ukurannya? Misalnya, kalau ada yang murah dan itu dari Jepang, apa kesimpulannya PLN pakai lokal? Kami berharap, nantinya ini bisa didalami di Panitia Kerja (Panja)," imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar membenarkan bahwa instansinya telah melakukan audit atas pengadaan barang dan jasa PLN. Sayangnya, ia emoh berkomentar lebih jauh mengenai hal tersebut.
"Memang benar, audit itu sudah kami sampaikan ke Komisi VII DPR, tapi saya enggan berkomentar lebih jauh," terang Bahrullah kepada CNNIndonesia.com, Jumat (2/5).
Direktur Utama PLN Sofyan Basyir menampik laporan tersebut. Menurut dia, proses lelang pengadaan dilakukan secara normal dan kompetitif. Mantan bos PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ini juga menyebut, tak ada halangan bagi badan usaha tertentu untuk mengikuti lelang PLN.
Di samping itu, pemilihan barang lokal pun disebabkan karena ada aturan mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 15 Tahun 2016. Di dalam beleid tersebut, nilai TKDN tower transmisi dan konduktor masing-masing minimal sebesar 40 persen.
"Memang, swasta diperbolehkan untuk ikut tender. Sistem lelang kami sangat terbuka,” klaim Sofyan.
Sebelumnya, BPK menemukan adanya proses pemborosan di dalam proyek Fast Track Program (FTP) 1 sebesar Rp871,75 miliar yang tercantum di dalam Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2016.
Pemborosan itu disebabkan karena relokasi pembangunan jetty Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Babel 4, keterlambatan PLTU NTB 2, dan penggelontoran dana untuk penyiapan lahan PLTU Kariangau yang ujung-ujungnya urung terlaksana.