Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memastikan tak akan mengubah lagi batas minimum saldo rekening nasabah perbankan yang akan dilaporkan lembaga jasa keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Artinya, aturan yang memuat saldo rekening minimal Rp1 miliar dari sebelumnya Rp200 juta yang akan diperiksa untuk kepentingan pajak sudah final.
"Tidak berubah, sudah final ini," tegas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (8/6).
Sementara, batasan saldo dalam pertukaran informasi dengan lembaga jasa keuangan luar negeri tak berubah, yaitu minimal sebesar US$250 ribu atau sekitar Rp3,3 miliar (berdasarkan nilai tukar rupiah Rp13.300 per dolar Amerika Serikat).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, Suahasil enggan merinci pertimbangan pemerintah yang secara mendadak mengubah batasan saldo tersebut. Ia hanya bilang, secara umum, perubahan batasan saldo merupakan pertimbangan matang pemerintah untuk mencerminkan rasa keadilan kepada masyarakat.
Selain itu, perubahan tersebut sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat, khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan telah memperhatikan aspek kemudahan administrasi bagi lembaga keuangan yang memberlakukan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi
(Automatic Exchange of Information/AEoI).
Namun, Suahasil menjelaskan, ketentuan batasan saldo bagi lembaga jasa keuangan domestik juga diterapkan oleh pemerintah di beberapa negara yang tergabung dalam kesepakatan ini.
"Secara prinsip, tidak ada batasan. Prinsipnya, semuanya diakses oleh pajak. Ada beberapa negara lain (yang terapkan batasan saldo), tapi saya tidak ingat persis," imbuh dia.
Adapun ,perubahan aturan teknis tersebut akan segera diterbitkan dalam bentuk revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.
Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, akan tetap menggugat PMK 70/2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beleid tersebut dianggap melanggar Undang-undang Dasar (UUD) Pasal 28D ayat (1) yang menyebut, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
"Standar internasional itu US$250 ribu atau Rp3,3 miliar. Itu sudah disepakati oleh Indonesia. Lalu, kenapa Indonesia harus berbeda dengan OECD? Kenapa lebih kecil dari Rp3,3 miliar (untuk lembaga jasa keuangan domestik)?" Tanya Ikhsan.
Berdasarkan informasi yang diterima CNNIndonesia.com, Akumindo telah mengirimkan surat keberatan dengan nomor 046/DPP-Akumindo/VI/2017 kepada Sri Mulyani, Kamis (8/6).
Dalam surat keberatan tersebut, Ikhsan meminta agar pemerintah mengikuti batasan saldo rekening yang dapat diakses secara otomatis sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama negara-negara lain, melalui Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi Organization for Economic Co-operation and Development/OECD).
"Apabila ada alasan bahwa harus menyesuaikan dengan standar yang digunakan oleh OECD, yakni minimum US$250 ribu, maka demi keadilan dan kepastian hukum, seharusnya batas minimal saldo rekening milik nasabah WNI yang wajib dilaporkan kepada Ditjen Pajak adalah juga sebesar US$250 ribu," terang Ikhsan dalam surat tersebut.
Ikhsan menambahkan, pelaku UMKM tetap merasa batasan saldo minimum tak adil meski telah dinaikkan lantaran tetap berpotensi memberatkan langkah UMKM. Tak cuma itu, secara luas, ia bilang, demi keadilan hukum atas masyarakat harus ditegakkan.