Ketimbang Merger, Menteri BUMN Fokus Holding Bank Pelat Merah

CNN Indonesia
Minggu, 11 Jun 2017 17:45 WIB
Menteri BUMN Rini Soemarno menilai, manfaat merger tak sebanding dengan holding. Holding dianggap lebih bermanfaat kepada negara.
Menteri BUMN Rini Soemarno menilai, manfaat merger tak sebanding dengan holding. Holding dianggap lebih bermanfaat kepada negara. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengungkapkan, tak tertarik mengambil langkah penggabungan dua perseroan (merger) untuk mengalihkan rencana pembentukan induk (holding) bagi perusahaan pelat merah, khususnya sektor keuangan.

"Kami tak ada pemikiran untuk merger, kami hanya ingin melakukan holdingisasi," tegas Rini di sela kunjungan survei paker ramadan di Muara Angke, Minggu (11/6).

Pasalnya, manfaat merger, dinilai tak sebanding dengan holding. Holding dianggap lebih bermanfaat kepada negara. Sebab, pada dasarnya, keempat perbankan BUMN yang ada saat ini memiliki karakteristik yang berbeda dan pemerintah tak ingin menghilangkan manfaat dari masing-masing karakter bank.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang dikenal sebagai bank pelat merah spesialis dalam pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga rendah dan tenor yang cukup panjang. Khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kehadiran BTN, sangat dibutuhkan oleh pemerintah.

"Empat bank ini besar dan kami menganggap dengan besarnya republik ini, kami tetap membutuhkan empat bak ini untuk eksis di bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, bentuknya holding," imbuh Rini.

Adapun, gagasan merger, sempat muncul dari calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Sigit Pramono. Saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ia mempertimbangkan penggabungan perbankan BUMN dengan skema merger.

Alasannya, merger dinilai lebih efisien secara waktu dibandingkan holding yang sejak tahun lalu direncanakan, namun sampai saat ini belum terealisasi. Apalagi, landasan hukum holding belum mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sekadar informasi, landasarn hukum holding BUMN, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (PT).

Bahkan, beberapa waktu lalu, PP holding sempat digugat oleh Mahfud MD atas nama Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan beberapa pihak lainnya ke Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, pemerintah masih harus menunggu hasil uji materi (judicial review).

Apabila MA melihat pemerintah harus melakukan revisi, maka Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan perlu merancang kembali PP terkait. Sayangnya, Rini enggan memproyeksi waktu dan kajian lain yang disiapkan pemerintah terhadap kemungkinan tersebut.

Skema Kementerian BUMN bila holding sektor keuangan rampung, PT Danareksa (Persero) akan memimpin empat bank pelat merah lainnya, yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, dan BTN.

Namun, holding sektor keuangan diperkirakan lebih lamban jalannya, ketimbang holding sektor lainnya, energi atau konstruksi. Pasalnya, pada tahap awal, Kementerian BUMN menargetkan dua holding dapat rampung lebih dulu.

Yaitu, holding sektor pertambangan, dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Tbk atau Inalum sebagai pimpinan holding. Inalum akan membawahi tiga perusahaan tambang lainnya, yaitu PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk.

Kemudian, holding prioritas kedua, yakni holding sektor minyak dan gas bumi (migas). Pada holding ini, pemerintah akan mengawinkan PT Pertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) atau PGN.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER