Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) berencana menggunakan uang dari hasil pendanaan sekuritisasi melalui skema Efek Beragun Aset (EBA) untuk membiayai 30 persen belanja modal perseroan. Dengan catatan, sekuritisasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya tahap pertama mengundang banyak peminat.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, porsi belanja modal 30 persen ini bukan target yang dipasang perusahaan. Namun, memang rata-rata porsi sekuritisasi di dalam portofolio pendanaan sejumlah perusahaan hanya sepertiganya.
"Sudah menjadi common practice (praktik umum) di beberapa perusahaan jika 30 persen dari pendanaan munculnya dari sekuritisasi. PLN bisa saja (ke angka tersebut), namun lihat dulu reaksi investor atas sekuritisasi yang kami lakukan atas PLTU Suralaya," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, potensi sumber pendapatan perusahaan (revenue stream) PLN mencapai Rp300 triliun per tahun. Sehingga, bukan tidak mungkin jika 30 persen belanja modal didanai dari sekuritisasi. Pendapatan tersebut disebut bisa dijaminkan dalam kontrak investasi EBA. Tetapi, tak sembarang aset bisa dijaminkan dalam proses sekuritisasi.
Kalau pun PLN kembali melakukan sekuritisasi, maka aset yang digunakan harus berupa pembangkit berskala jumbo dengan potensi pendapatan yang mumpuni. Ini ditujukan agar raihan dana bisa lebih optimal.
"Selain itu, tentu saja pembangkit-pembangkit itu harus memiliki kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) yang masih panjang. Untuk pilot project kami di Suralaya, umur PPA-nya masih 20 tahun," katanya.
Meski masih menunggu reaksi investor, kesempatan untuk sekuritisasi masih terbuka lebar. Pasalnya, target dana yang dihimpun dari PLTU Suralaya masih terbilang kecil.
Sekadar informasi, PLN menargetkan raihan dana Rp10 triliun dari sekuritisasi PLTU Suralaya. Angka itu berasal dari penjaminan piutang milik PLN atas PPA PT Indonesia Power dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Adapun, pendapatan PLTU Suralaya dalam satu tahun bisa mencapai Rp12 triliun.
"Memang, masih sangat kecil sekali dana yang kami dapatkan dari sekuritisasi PLTU Suralaya. Paling-paling dananya hanya bisa bangun pembangkit 150 Megawatt (MW). Perlu tambahan sekuritisasi lagi, namun kami lihat reaksi pasar dulu," terang dia.
Adapun, keputusan penambahan aksi korporasi ini dapat dilihat pada Agustus nanti, di mana perusahaan mulai melakukan roadshow ke investor untuk menawarkan sekuritisasi. Ia berharap, animo pasar modal bisa lebih baik ketimbang penerbitan obligasi tahap I pada pekan lalu.
"Awalnya, kami hanya cari dana Rp2 triliun dalam penerbitan obligasi kemarin, namun yang booking nyatanya sampai Rp8 triliun. Makanya, bunga kuponnya cukup kompetitif. Kami harap, antusiasme (untuk sekuritisasi) bisa sama seperti kemarin," ucap Sarwono.
Tahun ini, PLN mulai melakukan sekuritisasi aset dengan skema EBA demi menambah portofolio pendanaan milik perseroan. Sebelumnya, PLN telah mencari pendanaan melalui pinjaman perbankan, obligasi, penerusan pinjaman (Subsidiary Loan Agreement/SLA), hingga pinjaman dengan Export Credit Agency (ECA).
Sementara itu, PLN menargetkan belanja modal sebesar Rp120 triliun di tahun ini yang berasal dari kas internal dan pinjaman eksternal. Sekuritisasi sendiri rencananya akan digunakan untuk belanja modal empat pembangkit yang dikelola anak usaha PLN, yaitu Indonesia Power. Sehingga, sekuritisasi diharapkan bisa menyumbang 8,33 persen dari belanja modal tahun ini.