Sri Mulyani: Hanya Pajak dan Kematian yang Tak Bisa Dihindari

CNN Indonesia
Rabu, 21 Jun 2017 17:47 WIB
Pernyataan itu ditegaskan dalam sosialisasi dan bimbingan teknis kepada lembaga jasa keuangan yang akan menyetor informasi keuangan nasabahnya.
Pernyataan itu ditegaskan dalam sosialisasi dan bimbingan teknis kepada lembaga jasa keuangan yang akan menyetor informasi keuangan nasabahnya. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengibaratkan pembayaran pajak bak kematian yang tidak bisa dihindari. Pernyataan itu ditegaskan dalam sosialisasi dan bimbingan teknis kepada lembaga jasa keuangan yang akan menyetor data dan informasi keuangan nasabahnya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia menilai, upaya menghindari pajak jelang pelaksanaan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) suatu keniscayaan. Makanya, ia mengklaim, dukungan dan pelaksanaan AEoI mutlak diberikan oleh para pelaku industri jasa keuangan.

Dalam sosialisasi dan bimbingan teknisnya, Sri Mulyani mengajak para pelaku industri jasa keuangan, mulai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), lembaga asuransi, lembaga pegadaian, Bank Indonesia (BI), perhimpunan bank di Indonesia, hingga para konsultan pajak untuk mendukung pelaksanaan AEoI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di dunia ini, hanya dua yang tidak bisa Anda hindari, yaitu pajak dan kematian. Jadi, kenapa Anda takut?" tutur Sri Mulyani ketika sosialisasi dan bimbingan teknis di Kantor Pusat DJP Kemenkeu, Rabu (21/6).

Di sisi lain, pembayaran pajak merupakan cara ampuh bagi Warga Negara Indonesia (WNI) untuk menunjukkan rasa cintanya terhadap Tanah Air. Sebab, kepatuhan wajib pajak yang meningkat dapat digunakan untuk pembangunan negeri.

"Kalau bicara cinta, orang kalau bicara cinta itu, dia melakukan apa saja untuk yang dia cintai dan membayar pajak merupakan syarat minimum untuk Anda bicara cinta Indonesia," imbuh mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Bersamaan dengan sosialisasi tersebut, Sri Mulyani menjamin, lembaga jasa keuangan bahwa data keuangan nasabahnya tak serta merta langsung dipajaki oleh DJP. Otoritas pajak hanya menggunakan data tersebut untuk melakukan pemeriksaan.

Namun demikian, nasabah sekaligus wajib pajak yang telah menunaikan kewajiban pajaknya tentu tak akan diusik lagi oleh DJP.

Selain itu, Sri Mulyani juga menjamin bahwa pejabat pajak yang dapat mengintip data keuangan nasabah tidak akan membuat tagihan pajak fiktif yang memberatkan wajib pajak.

"Kalau Anda bicara 'Bisakah pemerintah berjanji bahwa DJP tidak akan mengintimidasi?' Saya berjanji dengan berupaya. Kalau ada yang melakukan intimidasi, laporkan kepada kami! Kalau Anda ditekan, sampaikan kepada kami! Kalau Anda diajak bertemu di luar jam kantor untuk mengurangi pembayaran pajaknya, sampaikan ke saya!" terang dia.

Sekadar informasi, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan, dan entitas wajib melaporkan data keuangan nasabah per 31 Desember 2017 secara otomatis kepada DJP pada 30 April 2018.

Sedangkan untuk pertukaran data keuangan yang tidak langsung, dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lambat pada 1 Agustus 2017. Kemudian, OJK melaporkannya kepada DJP pada 31 Agustus 2018.

Adapun dalam pelaporannya, pemerintah menerapkan batas minimum saldo rekening perbankan yang perlu dilaporkan, yaitu sebesar Rp1 miliar untuk orang pribadi. Sedangkan, untuk rekening yang dimiliki oleh entitas tanpa batasan saldo minimal.

Lalu, untuk lembaga jasa keuangan sektor perasuransian, data yang dilihat mulai dari nilai pertanggungan paling sedikit Rp1 miliar, sektor perkoperasian dengan agregat saldo paling sedikit Rp1 miliar, sektor pasar modal, serta perdagangan berjangka komoditi tanpa batasan saldo minimal.

Sementara, untuk lembaga jasa keuangan yang ada di luar negeri, pelaporan perdana kepada DJP akan dilakukan pada 30 April 2018 yang telah dibuka sampai 1 Juli 2017, dengan batasan minimum saldo US$250 ribu atau sekitar Rp3,3 triliun secara agregatif.

Namun, untuk rekening lainnya, termasuk tabungan orang pribadi di luar negeri tidak ada pembatasan saldo minimum untuk dilaporkan kepada DJP.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER