Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) melakukan penyanderaan (gijzeling) dalam upaya menagih pajak salah satu wajib pajak dengan tunggakan Rp66,37 miliar. Wajib pajak berinisial KJM (60 tahun) itu merupakan pengusaha PTPA yang bergerak di sektor usaha kayu asal Sorong, Papua.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2 Humas) DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, penyanderaan dilakukan lantaran dalam kurun waktu 10 tahun, KJM tak juga menunaikan kewajiban pajaknya untuk tahun periode 2002-2004 dari hasil pemeriksaan DJP 2007 silam yang diteruskan dengan Surat Ketetapan Pajak.
Padahal, sejak 10 Agustus 2007, DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sorong, tempat wajib pajak terdaftar dan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Maluku dan Papua, telah memberikan surat teguran. Lalu, pada 25 September 2007 turut menyampaikan surat paksa pembayaran pajak kepada KJM. Namun, tak juga diindahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, bertepatan dengan program pengampunan pajak (tax amnesty), KPP Pratama Sorong juga telah memberikan imbauan agar KJM mengikuti
tax amnesty agar tunggakan pajaknya diampuni. Sayangnya, KJM kembali mangkir dari kewajiban pajaknya.
Walhasil, DJP menyandera KJM di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta, usai mendapat restu dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui Surat Izin Penyanderaan Nomor SR-334/MK.03/2017 per tanggal 2 Mei 2017 dan Surat Perintah Penyanderaan Nomor SPRINDERA-01/WPJ.18/KP.0304/2017 per tanggal 19 Juni 2017.
"Kalau sampai enam bulan tidak bayar (tunggakan), kami harus lepaskan. Tetapi, bukan berarti utang pajak lunas, nanti dilakukan sita harta dan lainnya," ucap Yoga, sapaan akrabnya, Selasa (20/6).
Menurut Yoga, langkah penyanderaan penunggak pajak ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Pasal 33-36 Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Adapun, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, DJP akan melakukan penyanderaan kepada wajib pajak yang telah memiliki tunggakan pajak mulai dari Rp 100 juta dan tak mengindahkan seluruh imbauan pembayaran pajak yang telah diterbitkan DJP.
"Ini sinyal bahwa DJP ingin memberikan keadilan ke wajib pajak yang sudah patuh. Kami tidak segan melakukan penegakan hukum. Jadi, lebih baik utang dilunasi saja. Kalau sore ini bayar, ya kami lepas," terang Yoga.
Selain itu, Yoga memastikan bahwa langkah penyanderaan penunggak pajak ini juga tak akan luput dari wajib pajak besar, baik orang pribadi dan badan yang kerap mangkir membayar pajak dengan mengalihkan hartanya ke luar negeri, termasuk ke negara-negara suaka pajak.
Tunggakan Pajak Capai Rp1,93 Triliun Kisah KJM rupanya menambah panjang daftar tunggakan pajak yang berhasil diperiksa DJP pada tahun ini. Dalam catatannya per 20 Juni 2017, DJP menyebutkan, total tunggakan pajak di tahun ini telah mencapai Rp1,93 Triliun yang berasal dari berbagai Kanwil DJP di seluruh Indonesia.
Tunggakan tersebut, sambung Yoga, berasal dari sembilan Kanwil dari 15 KPP dengan 37 penanggung pajak dari 21 wajib pajak di dua lapas. Namun, dari total tunggakan tersebut, telah dibayarkan sekitar Rp124,89 miliar oleh penunggak.
Dari 21 wajib pajak, sebanyak dua wajib pajak dipindahkan oleh DJP ke Lapas Nusakambangan lantaran penanggung pajak yang telah disandera masih tidak beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya.
"Saat ini, yang masih bertahan di lapas ada dua wajib pajak, total tunggakannya Rp72 miliar dan lima wajib pajak totalnya Rp1,7 triliun masih proses penyanderaan," jelas Yoga.
Sementara, di tahun lalu, DJP telah melakukan penyanderaan terhadap 59 wajib pajak dengan 76 penanggung pajak dari 23 Kanwil dari 48 KPP, dengan total tunggakan mencapai Rp712,34 miliar. Namun, sebanyak Rp460,01 miliar tunggakan telah dibayarkan di 20 lapas.