Molor Setahun, Pemerintah Revisi Aturan Pajak Hulu Migas

CNN Indonesia
Selasa, 04 Jul 2017 18:31 WIB
Aturan baru ini merupakan perbaikan dari PP Nomor 79 Tahun 2010, yang sudah diwacanakan untuk direvisi sejak tahun lalu.
Aturan baru ini merupakan perbaikan dari PP Nomor 79 Tahun 2010, yang sudah diwacanakan untuk direvisi sejak tahun lalu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akhirnya menerbitkan aturan anyar terkait biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakukan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017.

Aturan ini merupakan perbaikan dari PP Nomor 79 Tahun 2010, yang sudah diwacanakan untuk direvisi sejak tahun lalu.

Peraturan yang diteken Presiden Joko Widodo tanggal 15 Juni silam ini menyebut bahwa pemerintah akan memberikan berbagai fasilitas fiskal untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesuai pasal 26A peraturan itu, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diberikan fasilitas seperti pembebasan bea masuk atas impor barang dalam rangka operasi perminyakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) bagi barang yang digunakan untuk operasi perminyakan.

Kemudian tidak dipungutnya Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas impor barang yang memperoleh fasilitas bea masuk, dan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 100 persen pada masa eksplorasi.

Di samping itu, fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi terbilang sama dengan masa eksplorasi.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan," ujar Jokowi melalui beleid tersebut dikutip Selasa (4/7).

Peraturan itu juga menyebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga bisa memberlakukan kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) bersifat dinamis sesuai kondisi eksternal, atau yang kerap disebut sliding scale dari kondisi sebelumnya yang bersifat tetap (fixed).

Adapun, pemerintah memberi kesempatan bagi PSC yang ditandatangani pasca terbitnya PP Nomor 79 Tahun 2010 untuk menyesuaikan diri dengan beleid baru ini.

Meski demikian, kontrak yag ditandatangani sebelum terbitya PP 79 Tahun 2010 juga bisa mengikuti ketentuan-ketentuan di dalam PP ini. Asal, kontraknya bisa disesuaikan dalam jangka waktu enam bulan sejak peraturan ini terbit.

Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong menyambut baik terbitnya peraturan ini karena dianggap sebagai kemajuan dari PP Nomor 79 Tahun 2010. Apalagi, sektor hulu migas sudah menanti revisi ini selama setahun belakangan.

Ia berharap, gairah eksplorasi yang berasal dari kontrak-kontrak setelah tahun 2010 bisa lebih meningkat. Pasalnya, kegiatan eksplorasi sektor hulu migas terpukul dengan penghapusan asas pembebasan pajak dan retribusi atas barang-barang operasional hulu migas (assume and discharge) setelah terbitnya PP Nomor 79 Tahun 2010.

"Perbaikan tentu ada untuk kontrak-kontrak yang ditandatangani sejak 2010 hingga sekarang. Semoga eksplorasi bisa membaik," ujarnya.

Meski demikian, ia sangsi jika perubahan aturan ini akan berdampak signifikan di masa depan. Pasalnya, kontrak-kontrak baru ke depan akan menggunakan sistem PSC Gross Split yang tentunya memiliki aturannya sendiri.

"Kami sebetulnya melihat ke depan, apakah sektor hulu migas mau mengambil perubahan ini? Karena kan kontrak sekarang sudah berbentuk Gross Split," pungkasnya.

Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), investasi hulu migas mencapai US$11,2 miliar di tahun 2016. Angka ini menurun 26,79 persen dibanding tahun sebelumnya yaitu US$15,3 miliar.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER