DPR Masih Godok Pengesahan Perppu AEoI Jadi UU

CNN Indonesia
Rabu, 05 Jul 2017 14:22 WIB
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejatinya memiliki waktu untuk menimbang kuasa Perppu tersebut dalam tiga bulan terakhir sejak diundangkan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejatinya memiliki waktu untuk menimbang kuasa Perppu tersebut dalam tiga bulan terakhir sejak diundangkan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menggantung kejelasan perihal pengesahan landasan hukum sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) menjadi Undang-undang (UU).

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun mengatakan, sampai saat ini jajarannya memang belum menentukan sikap terkait pengesahan Perppu AEoI.

Adapun, pembahasan lebih lanjut baru dijadwalkan oleh Komisi XI DPR pada Rabu (5/7), sehingga jadwal pembahasan Perppu secara internal, belum ditentukan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Komisi XI baru Rabu besok mengadakan rapat internal untuk membahas masalah jadwal pembahasan di Komisi XI," kata Misbakhun kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/7).

Kendati begitu, Misbakhun berpandangan bahwa DPR sejatinya memiliki waktu untuk menimbang kuasa Perppu tersebut dalam tiga bulan terakhir sejak Perppu diundangkan, sehingga masih ada waktu sampai Agustus mendatang bagi DPR untuk menerima atau menolak Perppu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sampai saat ini, pemerintah masih menunggu keputusan pengesahan landasan hukum sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) menjadi Undang-undang (UU) dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pasalnya, sejak diundangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Mei 2017 lalu, landasan hukum AEoI masih berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.

Bahkan, sampai batas waktu penyampaian payung hukum pelaksanaan AEoI kepada Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) pada 30 Juni lalu, Perppu belum juga dipermanenkan menjadi UU.

"Kami akan terus komunikasi dengan dewan sehingga Perppu ini menjadi permanen, sehingga dewan bisa setujui Perppu ini. Jangan sampai kita dirugikan dunia internasional hanya karena kita tidak memiliki aturan di level premier" ucap Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu).

Kendati belum mendapat restu pengesahan Perppu menjadi UU, namun menurutnya, kuasa Perppu sebagai landasan hukum sistem AEoI, telah berlangsung sejak diundangkan, sehingga Indonesia juga telah berhasil memenuhi syarat pelaksanaan AEoI yang diminta oleh OECD.

"Namun, kalau ditanyakan, sampai hari ini, sudah otomatis berjalan (kuasa dari Perppu 1/2017)," imbuh mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Selain dari sisi Perppu yang merupakan landasan hukum premier, Indonesia, sambung Sri Mulyani, juga telah berhasil memenuhi syarat sekunder pelaksanaan AEoI, yaitu payung hukum secara teknis, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi mengatakan, sampai saat ini, tak ada pembahasan secara personal antara DPR dengan DJP mengenai poin-poin yang tertuang dalam Perppu. Namun, sebelumnya, DPR pernah mengundang pemerintah, baik Sri Mulyani dan DJP untuk mendengarkan secara langsung penjelasan mengenai Perppu.

"Tidak ada pembahasan, kan tinggal disetujui saja (jadi UU), iya atau tidak. Tapi kan waktunya tiga bulan, setuju atau tidak setuju harus tentukan," kata Ken pada kesempatan yang sama.

Dengan Perppu AEoI tersebut, Indonesia akan melangsungkan sistem AEoI sehingga DJP bisa mengakses data keuangan nasabah perbankan dari 100 negara yang ikut serta dalam sistem ini. Di mana sebanyak 50 negara mengikuti sejak tahun ini dan 50 negara sisanya di tahun depan, termasuk Indonesia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER