Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ingin mengintip data keuangan nasabah perbankan warga negara Indonesia yang ada di negara-negara besar, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia.
"Karena AS banyak memiliki tempat yang sebagai pusat keuangan, bahwa dia bisa dijadikan tempat untuk melakukan penghindaran pajak," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Selasa (4/7).
Kerja sama dengan ketiga negara tersebut, menurutnya tak perlu meneken Perjanjian Bilateral Otoritas Kompeten
(Bilateral Competent Authority Agreement/BCAA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasannya, karena ketiganya sudah berkomitmen melangsungkan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi
(Automatic Exchange of Information/AEoI) menurut Perjanjian Multilateral Otoritas Kompeten
(Multilateral Competent Authority Agreement/MCAA)."Namun, kalau mereka dalam persetujuannya, ada klausul bahwa Indonesia tidak otomatis ikut, maka kita harus melakukan (perjanjian secara khusus, seperti halnya Indonesia-Swiss). Ini yang disebut level
playing of field," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Adapun pemerintah memproyeksikan masih banyak harta WNI yang terparkir di tiga negara tersebut. Hal ini merujuk pada hasil program pengampunan pajak (
tax amnesty) yang diselenggarakan pada Juli 2016 sampai Maret 2017 kemarin.
Dari data tersebut tercatat, jumlah deklarasi luar negeri dari AS sebanyak Rp23,564 triliun dan repatriasi sebesar Rp807 triliun.
Deklarasi luar negeri dari Inggris senilai Rp13,062 triliun dan repatriasinya senilai Rp267 triliun. Sedangkan, deklarasi luar negeri dari Australia mencapai Rp42,079 triliun dan repatriasi sebesar Rp1,447 triliun.
Kendati begitu, Sri Mulyani belum ingin membagi target kapan pemerintah akan melakukan pendekatan dengan tiga negara tersebut dan kapan sekiranya hasil perjanjian secara khusus tersebut dapat dikantongi, sebelum sistem AEoI dijalankan di tahun depan.
Sementara, sebelumnya, DJP Kemenkeu menyebutkan, ada 10 negara yang perlu menyepakati BCAA dengan Indonesia, yaitu Hong Kong, Singapura, Panama, Uni Emirate Arab, Brunei Darussalam, Macau, Dominica, Vunuatu, Trinidad & Tobago, dan Bahama.
Dari 10 negara tersebut, pemerintah telah mengantongi kesepakatan BCAA dari Hong Kong. Selanjutnya, dalam waktu dekat, pemerintah akan meneken BCAA dari Singapura, Brunei, dan Macau. Namun, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiateadi menargetkan, bisa mendapatkan BCAA dari semuanya di bulan Juli ini.
Sebagai gambaran, dari 10 negara tersebut, setidaknya ada tiga negara besar yang kerap menjadi tempat parkir harta WNI, yang tercermin dari hasil
tax amnesty, yaitu Singapura, Hong Kong, dan Macau. Data DJP Kemenkeu menyebutkan, deklarasi luar negeri Singapura sebesar Rp766,05 triliun dan repatriasi mencapai Rp16,51 triliun.
Kemudian, Hong Kong, deklarasi luar negerinya mencapai Rp58,17 dan repatriasi sebesar Rp16,31 triliun. Sedangkan Macau, deklarasi harta luar negerinya senilai Rp134 miliar, namun tak ada repatriasi dari sana.
Sedangkan secara MCAA, Indonesia masuk daftar 100 negara yang menyepakati sistem AEoI. Sebanyak 50 negara mulai menerapkan AEoI di tahun ini dan 50 negara lainnya di tahun depan bersama Indonesia.