Jakarta, CNN Indonesia -- Rupiah terus menunjukkan taringnya terhadap dolar AS dalam beberapa bulan terakhir. Mengacu data kurs tengah referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah sempat menyentuh posisi 13.485 per dolar AS. Namun, menutup paruh pertama tahun ini, rupiah menguat hingga 13.372 per dolar AS.
Adapun, sepanjang paruh pertama tahun ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.255-Rp13.845 per dolar AS dan secara rata-rata mencapai Rp13.331 per dolar AS.
Muncul dilema penguatan rupiah. Di satu sisi, penguatan rupiah mengkhawatirkan daya saing ekspor karena penerimaan eksportir berpotensi menciut. Di sisi lain, penguatan rupiah menunjukkan kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia. Tentu, ini akan menjadi pemanis bagi iklim investasi di Tanah Air, terutama pasar modal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, sekadar membandingkan saja, tahun lalu, kurs rupiah bergerak cukup fluktuatif. Di tengah pemulihan ekonomi domestik dan rencana kenaikan suku bunga acuan AS, The Federal Reserve, nilai tukar bergerak di antara Rp13.020 - Rp13.946 per dolar AS. Tidak jauh berbeda dengan pergerakan nilai tukar pada 2015 yang anjlok sedikitnya 15 persen.
Itu berarti, kalau boleh dibilang, saat ini, rupiah cenderung stabil. Kondisi ini sepertinya membuat pelaku usaha tersenyum lebar.
 Sepanjang paruh pertama tahun ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.255-Rp13.845 per dolar AS dan secara rata-rata mencapai Rp13.331 per dolar AS. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto). |
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengaku, semringah melihat pergerakan nilai tukar rupiah yang relatif stabil hingga paruh pertama ini. "Rupiah cukup bagus, bahkan lebih baik dari dua tahun terakhir," tutur dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/7).
Diharapkan, rupiah melanjutkan konsistensi kestabilannya, cenderung menguat hingga akhir tahun nanti. Bukan tanpa alasan, penguatan rupiah mampu menahan potensi pelemahan akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS.
Sebab, jika rupiah menguat, harga bahan baku impor maupun barang konsumsi impor menjadi relatif lebih murah. Hal itu akan menguntungkan pelaku usaha dan konsumen domestik.
Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, kurs rupiah sepanjang enam bulan pertama tahun ini relatif stabil untuk mendukung kegiatan ekspor.
Adapun, per akhir Mei lalu, ekspor Indonesia secara kumulatif mencapai US$68,26 miliar atau meningkat 19,93 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$61,98 miliar atau meningkat 20,10 persen.
"Harapan ke depan rupiah supaya tetap stabil atau fluktuasinya kecil," kata Benny.
Untuk menjaga kestabilan rupiah di pasar, peran BI selaku otoritas moneter diperlukan. Gubernur BI Agus DW Martowardojo menilai, pergerakan rupiah sepanjang tahun banyak dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Misalnya, rencana kenaikan suku bunga AS, kondisi geopolitik di negara-negara Uni Eropa, dan semenanjung Korea.
Hingga saat ini, Indonesia mampu mengimbangi risiko eksternal dengan fundamental perekonomian yang terjaga. Hal itu tercermin dari angka pertumbuhan ekonomi kuartal I 2017 yang tembus 5,01 persen, lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, inflasi yang terkendali sesuai target, yaitu empat plus minus satu persen, dan neraca pembayaran yang diperkirakan tetap mencatat surplus hingga akhir tahun.
Alhasil, meskipun terjadi gejolak di luar negeri, seperti kenaikan suku bunga AS, yang terjadi pada pertengahan Maret dan Juni tahun ini, tekanan pada rupiah hanya terjadi sesaat.
"Rupiah pada semester 1 2017 cukup stabil. Kita tahu volatilitas rupiah ada di bawah tiga persen dan itu salah yang terbaik performanya," imbuh Agus.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede melanjutkan, rupiah menguat sekitar 0,8 persen dari penutupan akhir tahun lalu. Penguatan ini terjadi seiring masuknya aliran modal asing.
Josua mencatat, kepemilikan investor asing pada Surat Berharga Negara (SBN) naik Rp104,74 triliun, sementara investor asing membukukan pembelian bersih (net buy) Rp17,41 triliun di pasar saham.
Secara teori, semakin banyak aliran modal asing yang masuk ke suatu negara, nilai tukar negara tersebut akan semakin menguat. "Foreign inflow (aliran modal asing) pasar keuangan yang berdampak positif pada rupiah turut mendorong volatilitas rendah terhadap rupiah," jelasnya.
Sentimen positif tersebut didukung oleh kenaikan rating kredit Indonesia menjadi layak investasi oleh lembaga pemeringkat internasional Standar dan Poor's (S&P) beberapa waktu lalu. Kenaikan rating tersebut melengkapi predikat layak investasi Indonesia yang telah lebih dulu disematkan oleh Fitch's dan Moody's.
Hal itu juga didukung oleh perbaikan kinerja ekspor dan turunnya defisit transaksi berjalan pada pada paruh pertama tahun ini.
Tren Rupiah di Penghujung TahunLantas, bagaimana perkiraan rupiah pada paruh kedua tahun ini? Josua memperkirakan, rupiah masih cenderung stabil dan akan berada di kisaran Rp13.300 - Rp13.450 per dolar AS.
Memang, volatilitas rupiah pada paruh kedua tahun ini masih akan dibayangi oleh isu geopolitik global, serta pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS. Pengetatan itu ditandai dengan rencana naiknya suku bunga acuan AS, termasuk rencana pengurangan neraca keuangan (balance sheet) yang diperkirakan di akhir tahun.
Namun demikian, berlanjutnya tren positif ekspor seiring membaiknya permintaan global dan proyeksi turunnya defisit transaksi berjalan menjadi 1,7 hingga 1,8 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di akhir tahun diyakini menopang rupiah.
Sebagai catatan, tahun lalu, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$16,3 miliar atau 1,8 persen dari PDB didukung perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan jasa.
Selain itu, iklim investasi di Indonesia juga semakin membaik pasca mendapatkan predikat layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat dunia. Hal itu juga disertai upaya reformasi struktural oleh pemerintah lewat penerbitan dan implementasi paket kebijakan ekonomi.
Setali tiga uang, ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga menilai, rupiah hingga akhir tahun akan stabil di kisaran Rp13.400. Jika berada di kisaran tersebut, rupiah diyakini masih mencerminkan nilai fundamentalnya.
Faktor eksternal, diproyeksi menekan rupiah, namun fundamental ekonomi mampu menahan rupiah untuk tidak terjerembab terlalu dalam. "Ke depan, rupiah masih ada peluang untuk menguat, namun saya kira masih berkisar Rp13.200-Rp13.400 per dolar AS," kata Andry.
Pada beberapa kesempatan, Agus Martowardojo kerap menyatakan BI akan terus berada di pasar demi menjaga rupiah supaya mencerminkan nilai fundamentalnya. Dengan demikian, rupiah bisa menopang pertumbuhan ekonomi dengan optimal.
"Sampai akhir tahun (2017), kami akan jaga rupiah karena mandat dari BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah," pungkasnya.