Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) resmi menerbitkan peraturan mengenai Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway/NPG), Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/8/PBI/2017 pada 22 Juni 2017 lalu. Aturan ini menjadi pijakan dalam menciptakan integrasi sistem pembayaran nasional yang efisien.
Sebelumnya, NPG diselenggarakan oleh lembaga standar, lembaga
switching dan lembaga
services. Lembaga standar bertugas menetapkan spesifikasi teknis dan operasional yang dibakukan dalam NPG.
Kemudian, lembaga
switching bertugas untuk memproses transaksi pembayaran. Sementara, lembaga
services bertugas menjaga keamanan transaksi pembayaran nasabah; melakukan rekonsiliasi, kliring, dan setelmen, serta mengembangkan sistem untuk pencegahan manajemen risiko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Onny Widjanarko, Kepala Pusat Program Transformasi BI, mengungkapkan dengan adanya NPG biaya transaksi non-tunai nasabah bisa ditekan, misalnya biaya transfer antar bank dan pembayaran ritel domestik.
Pasalnya, NPG menjadikan sistem pembayaran dijalankan dengan interkoneksi (saling terhubung) dan interoperabilitas (saling dapat dioperasikan).
"Kalau sudah interoperabilitas, tentunya biaya transfer lebih rendah," tutur Onny dalam konferensi pers di Gedung Thamrin, Kamis (6/7).
NPG, lanjut Onny, menciptakan interkoneksi infrastruktur jaringan penghubung penerusan data transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/ debit (
switching) yang satu dengan jaringan
switching yang lain di Indonesia.
"Pihak yang terhubung dengan NPG berupa bank umum dan bank umum syariah, untuk instrumen kartu ATM dan/atau kartu debit, wajib terhubung dengan paling sedikit dua lembaga
switching paling lambat 30 Juni 2018," ujarnya.
 (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Interkoneksi switching mewujudkan interoperabilitas dan interkoneksi antar kanal pembayaran. Artinya, jaringan kanal pembayaran yang satu dengan kanal pembayaran yang lain akan saling terhubung. Selain itu, infrastruktur instrumen pembayaran juga bisa digunakan secara bersama-sama oleh bank-bank penerbit kartu.
"Jadi jangan ada seperti di Mal Taman Anggrek ada 10 mesin ATM berjejer tetapi utilitas rendah. Lebih baik beberapa tetapi dipakai bareng dan yang lainnya bisa direlokasi di daerah," jelasnya.
Penurunan biaya transaksi juga bisa terjadi mengingat proses transaksi pembayaran ritel menggunakan kartu di Indonesia harus melalui NPG, tidak lagi bergantung pada prinsipal asing seperti Mastercard dan Visa.
Jika prinsipal asing seperti MasterCard dan Visa ingin memproses transaksi pembayaran ritel di Indonesia, maka harus bekerja sama dengan lembaga switching domestik yang telah disetujui oleh BI.
Saat ini setidaknya ada empat lembaga switching domestik antara lain PT Artajasa Pembayaran Elektronis pengelola jaringan ATM Bersama, PT Rintis Sejahtera (ATM Prima), PT Jalin Pembayaran Nasional (ATM Link), dan PT Daya Network Lestari (ATM Alto).
Bukan Hal BaruDirektur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean menambahkan, NPG bukanlah sesuatu yang baru. Beberapa negara telah mengimplementasikan NPG seperti China dengan China Union Pay, Malaysia dengan MyCard, Jepang dengan JCB.
Jika biaya transaksi nasabah tetap tinggi setelah ada NPG, maka BI bakal menerbitkan aturan yang akan memangkas tarif tersebut.
Kendati demikian, pengaturan tarif tidak akan mematikan industri pembayaran karena mempertimbangkan biaya operasional dan margin yang wajar. Selain itu, penentuan tarif juga akan dilakukan setelah mengkaji dan berkomunikasi dengan penyelenggara NPG.
"Kalau biaya bisa turun 50 persen sudah bagus sekali,"ujarnya.
Penurunan biaya transaksi perbankan bisa terlihat saat Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tergabung dalam jaringan Link keluaran perusahaan
switching PT Jalin Pembayaran Nusantara (JPN). Biaya transfer antar bank pelat merah yang tadinya bisa mencapai Rp7 ribu bisa ditekan menjadi Rp4 ribu.