Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal melihat, sektor pertanian, termasuk perkebunan di dalamnya, memang punya potensi pertumbuhan yang baik sampai akhir tahun, khususnya untuk komoditas kelapa sawit.
Pasalnya, perbaikan ekonomi global yang disertai dengan pemulihan harga komoditas, termasuk yang terjadi pada minyak kelapa sawit (Crude Palm Oils/CPO), memberikan potensi ekspor yang baik pada Indonesia dan tentunya ekspor mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
"Banyak bantuan dari sawit, pertumbuhan ekspornya bagus karena daya saingnya bagus dan permintaan pasar luar negeri, seperti India tinggi," ucap Faisal saat dihubungi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, sentimen negatif dari negara-negara Uni Eropa yang kerap meragukan kualitas sawit Indonesia, dilihat Faisal tak jadi soal. Sebab, sebagai produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia punya 'langganan setia' ke beberapa negara sehingga masih bisa mengompensasi.
Sayangnya, di luar sawit, Faisal melihat industri perlu berhati-hati, apalagi terhadap komoditas pertanian dan perkebunan yang pangsa pasarnya lebih banyak menyasar dalam negeri karena ada sentimen negatif dari masih lesunya daya beli masyarakat.
"Misalnya komoditas teh mulai negatif, karet masih turun dalam lima tahun terakhir. Jadi, pertanian masih bervariasi, tergantung komoditas," imbuh Faisal.
 (CNN Indonesia/Fajrian) |
Beralih ke sektor konstruksi, menurutnya, potensi pertumbuhan sektor ini lebih banyak berada di tangan pemerintah ketimbang swasta. Adapun penentunya adalah realisasi belanja pemerintah di kuartal II dan III.
"Pemerintah akan ketatkan belanja, itu sedikit banyak pengaruhi belanja modal, pengaruhi infrastruktur dan konstruksi. Asal belanja untuk infrastruktur tidak tertahan, mungkin masih bisa picu pertumbuhan sektor ini," terang Faisal.
Namun, solusinya, pemerintah diminta giat menggenjot investasi agar turut mendanai pembangunan infrastruktur Tanah Air, sehingga sektor konstruksi kian subur jelang akhir tahun. Bahkan, ia menyebutkan, ada baiknya Presiden Jokowi semakin rajin berkunjung ke luar negeri untuk menarik minat investasi.
Sedangkan untuk sektor jasa. Beberapa yang diperkirakan mampu tumbuh baik sampai akhir tahun, yaitu keuangan dan asuransi, informasi dan telekomunikasi, dan pariwisata. Pasalnya, meski daya beli masyarakat rendah, namun ada kebutuhan yang besar pada sektor jasa tersebut.
"Sayangnya kontribusinya belum banyak berdampak pada kualitas pertumbuhan itu sendiri, misalnya penyerapan tenaga kerja," tambahnya.
Adapun di kuartal II 2017, Faisal memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu tumbuh lebih baik dibandingkan kuartal I 2017, yaitu mencapai angka 5,13 persen. Namun, sampai akhir tahun, diperkirakan target pertumbuhan ekonomi revisi sebesar 5,2 persen masih sulit digenggam.
"Kalau target 5,1 persen masih bisa dicapai, kalau 5,2 persen sangat berat. Akhir tahun lalu memang diperkirakan bisa 5,2 persen tapi nyatanya penerimanan minim dan daya beli masyarakat lesu," pungkasnya.